Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)

Hari mulai beranjak siang, ketika itu di dalam rungan kelas yang lumayan dingin 2 orang mahasiswa tengah duduk di bangku paling belakang yaitu Zakaria dan salah seorang temannya yang bernama akhi Jono. Saat itu pelajaran tengah berlangsung serius, namun akhi Jono terus memperhatikan Zakaria yang terlihat seperti sedang melamun.

”Hei... Ya.. kamu koq melamun terus, apa yang sedang ada di pikiran kamu tuch?”. kata akhi Jono.
”Aku gak tahu pasti Jon... Yang jelas batin ini rasanya sakit sekali.”
”Kan sakitnya baru sekali aja Ya, belum dua kali... Ada apa sih Ya, kamu patah hati lagi ya...?” sindir akhi Jono.
”Wah kamu ini, aku tuch serius Jon... padahal kamu tahu sendiri kan klo sekarang aku bukan Zakaria yang dulu lagi. Aku sudah berubah... gak mungkin aku dekat dengan wanita, apalagi sampai patah hati.”
”Lah... terus sakit hatimu klo bukan karena wanita karena apa donk Ya?”
”Sebenernya masih karena wanita sih, tapi yang ini buka wanita biasa Jon... ”
”Bukan wanita biasa... maksud kamu mbak yang jual Gado-gado di depan kantin itu ya...”
”Gila kamu Jon, masa’ aku sakit hati karena mbak yang jual Gado-gado... maksudku tuch akhwat Jooon.. akhwat..”
”Oh Akhwat... ngobrol donk broo.. emangnya akhwat mana yang sudah bikin kamu patah hati gini.”
”Duh... otakmu lagi konslet kali.. aku gak lagi patah hati... gini loch Jon, tadi pagi waktu aku sedang parkir motor, tanpa sengaja di depanku juga ada seorang akhwat yang juga sedang parkir motor.”
”Wah gitu aja kamu GR... dia kan kebetulan parkirnya di depan kamu. Mungkin karena tempat sudah full kali.”
”Wah kamu itu jangan potong pembicaraanku dulu donk... masih ada lanjutannya.”
”oh iya afwan Ya... silahkan dilanjutkan.”
”Tiba-tiba ada cowok yang nyamperin dia Jon... truz dengan seenaknya si cowok itu pegang tangannya akhwat sambil ngobrol dengan begitu akrabnya. Padahal sudah jelas aku berada tepat di depan akhwat tadi. Coba kamu bisa bayangin nggak.. klo kejadian itu juga terjadi juga sama kamu...”
”Ya... brarti kamu itu cemburu sama akhwat tadi.” tandas akhi Jono
”Aku gak taw... tapi mungkin juga kamu benar Jon. Namun cemburuku itu yang pasti dalam hal kebaikan. Aku cuma gak ingin melihat akhwat itu terjerumus seperti wanita kebanyakan saat ini. Entah kenapa rasanya hati ini sakit banget klo melihat mereka deket sama cowok yang bukan muhrimnya, padahal kamu tahu sendiri kan bagaimana sikap akhwat kepada ikhwan seperti kita... mereka itu teramat istimewa buat kita, mereka selalu menjaga pandangannya pada kita, bahkan saat kita sedang rapat di sebuah majelis mereka berusaha untuk tidak menampakkan auratnya pada kita, sekalipun itu suaranya.. yang mana suara mereka dapat menimbulkan fitnah buat kita. Sejujurnya seandainya mereka tahu... bagaimana perasaanku saat pertama kali masuk dalam organisasi dakwah ini, betapa terkejutnya aku saat mengetahui sosok wanita seperti mereka dimana pada saat itu aku masih jahil banget kan Jon... kamu tahu sendirilah Jon. Aku bagai menemukan mutiara di dalam tumpukan jerami, mereka juga sudah merubah pandanganku terhadap wanita... karena sebelumnya aku mengira semua wanita walau dengan penampilan apa pun adalah sama.. namun ternyata kenyataannya mereka sungguh berbeda. Sayangnya sebagian dari mereka hanya menganggap bahwa semua yang mereka lakukan itu adalah sebagai tradisi dalam organisasi kita saja.”
”Apa yang kamu katakan barusan memang benar, tapi kamu juga harus lihat kondisinya dulu dong Ya... jangan langsung maen tembak begitu... mereka pasti punya alasan tertentu. Apalagi di kampus kita kondisinya cowoknya lebih banyak di banding mereka yang cewek itu.” ketus akhi Jono.
”Iya.. aku paham maksudmu. Tapi apa yang Allah telah tentukan untuk kita itu pasti ada hikmah di dalamnya. Karena seluruh aspek kehidupan kita telah diatur dalam Islam agama yang maha mulia ini. Jika kita melenceng, pasti ada resiko yang akan kita tanggung... Karena sesungguhnya Islam itu telah mengangakat derajat wanita. Itulah yang membedakan saudari kita sesama muslim dengan wanita dari kalangan umat yang lain.”
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin agar mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Azab :59). Balas Zakaria kepada akhi Jono.
”Tapi mana mungkin Ya...? sedangkan mereka kan tidak bisa lepas dari pandangan kita, hampir setiap hari kita bertemu mereka di kelas yang sama... apalagi jika sudah satu kelompok.” tanya akhi Jono penasaran.
”Klo masalah di kelas itu bisa dibilang sudah darurat Jon, karena kita sendiri tidak punya kemampuan untuk dapat menghindarinya. Namun klo boleh dibilang kita sudah terlanjur mengambil jalan yang salah.. baik itu aku, kamu, dan para akhwat. Karena kita menuntut ilmu yang tidak syar’i, jelas saja cara belajarnya tidak sesuai dengan syar’i. Akan tetapi kita tetap tidak boleh lengah... kita sudah berani menuntut ilmu disini, berarti kita juga sudah siap dengan segala resiko yang akan kita hadapi. Semua resiko itu adalah ujian yang menunjukkan tingkat ketakwaan kita kepada Allah. Maka klo di dalam kelas kita tidak dapat menghindari yang namanya ikhtilat, tentu saja diluar kelas kita lebih leluasa untuk menghindari ikhtilat itu. Semoga apa yang aku bicarakan ini diridho’i oleh Allah.”
”Wah aku gak menyangka rasanya baru kemaren aku masih liat kamu jadi preman kampus... tapi sekarang ngomongnya sudah seperti ustad saja..”
”Alhamdulillah itu semua karena hidayah-Nya, karena Allah sangat sayang pada kita semua.” kata Zakaria menasehati.

Setelah menyelesaikan pembicaraan, mereka berdua kembali konsentrasi pada pelajaran yang di sampaikan oleh dosen sampai pelajaran tersebut berakhir. Tepatnya pukul 10.00 setelah pelajaran usai Zakaria seperti biasa pergi ke masjid untuk menunaikan shalat sunnah. Setelah selesai shalat ia nangkring di depan masjid sambil membaca sebuah majalah kesayangannya. Saat itu keadaan masjid masih sangat sepi, tidak banyak orang yang berada dalam masjid untuk melaksanakan shalat sunnah sepertinya. Tidak lama kemudian datanglah sesosok pria berjenggot rada’ tebal dengan mengenakan celana panjang di atas mata kaki, klo orang bilang wajahnya agak mirip sama Nikki Tirta... walaupun cuma rambutnya doang yang mirip. Dia adalah ketua Organisasi Dakwah Kampus di tempat Zakaria, namanya akhi Rendi.

”Assalamu’alaykum, Kaifa haluka akh Zakaria?” sapa akhi Rendi.
”Wa’alaykumsalam.. Alhamdulillah baek akh..” balas Zakaria.
”Akh.. ana boleh minta tolong antum untuk nyebarin publikasi semua acara-acara rutin kita, tolong yang ini juga antum kasihkan ke ukhti Lia.” kata akhi Rendi sambil menyodorkan beberapa lembar poster kegiatan.
”Ukhti Lia... klo ana kasih ke akhwat yang lain boleh gak? kan akhwat bukan Cuma ukhti Lia aja...”
”Aduh kamu ini gimana... kita ini kan organisasi, jadi udah punya kewajiban masing-masing. Ukhti Lia itu kan juga koordinator sama seperti kamu di bag. Infokom. Emang kenapa, kamu punya masalah sama dia?” tanya akhi Rendi.
”Oh.. nggak kak, kita biasa-biasa aja... nggak ada masalah. Ok dah ntar aku sebarkan publikasinya.” jawab Zakaria.
”Oke klo begitu ana tinggal dulu ya... soalnya ana masih ada kuliah lagi.”
”Siip, beres kak...”
”Wassalamu’alaykum”
”Wa’alaykumsalam Warahmatullah Wabarakatuh.”

Kemudian Zakaria berpikir sejenak, ia khawatir bila ukhti Lia masih marah padanya. Ia juga tidak ingin masalah ini menjadi berlarut-larut dan merembet hingga kegiatan organisasinya menjadi terhambat. Zakaria pun memustuskan untuk meminta maaf dan ia berencana untuk memberikan sesuatu kepada ukhti Lia sebagai wujud permintaan maafnya. Akhirnya siang itu Zakaria pergi ke toko buku untuk mencari buku yang pas dan sangat bermanfaat untuk ukhti Lia, dengan harapan ia dapat memaafkan dan menghapuskan salah paham diantara mereka. Sore harinya kira-kira pukul 15.30 sehabis shalat Ashar, Zakaria sudah menunggu di hijab masjid untuk bertemu dengan ukhti Lia yang sudah ia hubungi sebelumnya.

”Tuk.. Tuk...Tuk... Assalamu’alaikum, Ada keperluan apa akh?” sapa ukhti Lia di balik hijab setelah mengetuk papan hijab.
”Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh... iya ukhti ana ada perlu sebentar. Tadi ana dikasih amanat sama akhi Rendi untuk menyampaikan poster kegiatan kita ini.”
”Syukron akh, InsyaAllah nanti langsung ana pasang di mading keputrian dan juga akan ana sebarkan lewat milis serta blog kita. Trus masih ada lagi akh?”
”Iya ukhti... ana maw kasih buku ini sebagai permintaan maaf ana atas kejadian 2 yang lalu. Ana rasa kemaren anti salah paham dengan yang ana bicarakan kemaren. Semoga anti berkenan untuk menerimanya.”
”ana gak bisa terima buku pemberian akhi ini, klo soal itu ana sudah maafkan. Afwan akh, waktu ana tidak banyak disini. Masih ada banyak hal penting yang harus ana kerjakan.” kata ukhti Lia menolak pemberian Zakaria.
”Klo begitu terima saja buku ini sebagai hadiah dari ana.” desak Zakaria dengan nada yang lembut.
”Afwan jiddan akh, jalan kita masih panjang....”
”Maksud ukhti apa... buku ini hanya sebagai wujud permintaan maaf ana, tapi klo memang ukhti tidak berkenan menerimanya.. ana juga tidak akan memaksa. Meski begitu ana bersyukur anti sudah maw memaafkan ana. Klo begitu buku ini ana sumbangkan saja untuk perpustakaan keputrian.”
”Terserah akh....”
”Ya sudahlah ukhti mungkin itu saja, jazakillah ya ukhti.”
”Waiyyakum” jawab ukhti Lia.
”Assalamu’alaykum”
”Wa’alaikumsalam”

Dengan perasaan sedikit kecewa Zakaria tetap tidak putus asa untuk terus bersikap baik di depan ukhti Lia, karena dia sangat mengerti bagaimana cara terbaik dalam menghadapi berbagai macam sifat wanita yang tidak mudah untuk dia ditebak. Zakaria juga tahu bahwa wanita cenderung memakai perasaannya dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul. Jadi dia sebagai laki-laki memang harus ekstra sabar dalam menghadapi wanita. "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya, dan hendaklah engkau sekalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada para wanita. Sebab mereka itu diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau meluruskannya berarti engkau mematahkannya dan jika engkau membiarkannya, ia tetap akan bengkok. Maka hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada wanita." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

0 komentar: