Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)

Chapter 1 ( Buka Mata Hatiku )

by Blue Savir | 20.08 in |

Romaninlove Muslim Edition

“Papa… ayo bangun… Allah sudah memanggil kita, dengerin tuch.. sudah terdengar suara Adzan subuh, cepet Pa bergegas pergi berjama’ah di masjid.. nanti ketinggalan loch..!” Namun ditengah terlelapnya Zakaria seketika terbagun dari tidurnya. ( Dengan pandangan mata segaris, Zakaria mulai terjaga dari tidurnya sambil menguap berulang kali ). ”Astaughfirullah ternyata aku mimpi lagi, Ya Allah apa arti dari mimpiku ini.. apa yang telah Engkau rencanakan untukku.. Siapa gadis yang ada dalam mimpi itu, mengapa wajahnya tak terlihat jelas olehku. Mungkinkah dia itu adalah pendamping hidupku kelak... Sungguh telah aku pasrahkan semuanya kepada-Mu Ya Rab segala urusanku di dunia ini”.

Dengan wajah yang sedikit memerah ditambah lagi ia masih merasa deg degan, dan masih terngiang di benaknya akan mimpinya barusan. Tak hentinya ia tersenyum bahagia, pupus sudah harapan Zakaria yang selalu berharap agar di jauhkan dari segala fitnah wanita... ia merasa sangat bodoh dengan komitmennya selama ini untuk dapat hidup tanpa wanita sekalipun dengan dalih agar dapat lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Ternyata Allah telah menyadarkannya melalui mimpi. Kenapa ia haramkan, yang Allah halalkan untuknya... yang demikian itu agar mereka bertambah takwa kepada-Nya. Bagi Zakaria belum pernah terbayangkan jika mimpi itu menjadi kenyataan, apalagi ini adalah mimpi untuk yang kesekian kalinya, bukankah dengan memiliki seorang istri yang shalihah.. maka akan bertambah ketakwaan-Nya kepada Allah Rab semesta alam. Apalagi bila ketakwaannya itu dibangun atas dasar cinta sepasang hati yang mengharap ridho dari Allah, maka atas izin Allah pintu surga akan terbuka bagi keduanya. ”Barang siapa diberi istri shalihah oleh Allah, sesungguhnya Allah menolongnya di atas separo agamanya. Maka hendaknya dia bertakwa kepada Allah pada separoh sisanya.” ( HR. Thabrani ).

Tak lama kemudian terdengar Adzan Subuh, segera Zakaria pergi berjama’ah di masjid yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Seusai shalat subuh Zakaria selalu menyempatkan untuk membaca Al qur’an atau pun muraja’ah hafalannya. Zakaria memang bukanlah anak yang pandai, namun ia punya komitmen yang kuat untuk segala urusan yang ingin di capainya termasuk dalam urusan dakwah. Maklum saja di kampusnya ia termasuk salah seorang aktivis dakwah yang terbilang sangat rajin, namun jangan salah meski begitu ia juga termasuk aktivis dakwah yang terkenal bandel dan terkadang juga keras kepala bila menghadapi suatu permasalahan. Yah maklumlah karena Zakaria sendiri masih belum merasa kalau dirinya udah dewasa, lebih tepatnya sifatnya masih terlalu kekanak-kanakan persis seperti anak umur 7 atau 8 tahunan. Herannya bila ia sudah memimpin sebuah majelis terkadang ia terlihat seperti laki-laki yang bijak, kompeten dan mampu memecahkan setiap permasalahan yang di hadapi organisasi, ide-idenya cukup lugas dan mudah untuk dipahami oleh semua anggota majelis, walaupun tak jarang juga bila ia terlihat amat bodoh dan kurang masuk akal karna sifatnya yang kekanak-kanakan itu.
Namun sebenarnya yang selama ini ada dalam hati Zakaria adalah rasa benci yang belum bisa ia padamkan terhadap wanita. Terus terang saja karena Zakaria yang ada saat ini sangat berbeda masa lalunya. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan apalagi saat itu ia masih jahil dan buta terhadap agamanya sendiri. Zakaria pun sudah lebih dulu meneguk manisnya dunia. Memang saat-saat puber di masa muda membuatnya semakin penasaran terlebih lagi dia memang belum di bekali ilmu yang matang, akhirnya sampailah dia masuk ke dalam jurang yang lebih dalam. Singkat cerita, tak disangka ternyata gadis yang sudah lama bersahabat dengan Zakaria itu mampu merubahnya menjadi seorang pemuda yang santun, selalu berpikir realistis, dan semakin taat bertakwa kepada Allah. Apalagi di kala dia kehilangan semangatnya, gadis itu yang selalu bisa membuat dia untuk bangkit menjalani hidup yang lebih baik lagi. Begitu banyaknya kebahagiaan yang gadis itu berikan untuk Zakaria, hingga akhirnya dia pun berhasrat memilikinya lebih daripada ini... lebih dari sekedar sebagai sahabat. Semakin lama dia pun kian jatuh hati pada gadis itu, walau sebenarnya ia memang sudah jatuh hati pada pandangan pertama. Namun Zakaria hanya mencintai lahirnya saja sedangkan apa yang ada dalam batin gadis itu tentu saja di luar batas kemampuan Zakaria untuk mengetahuinya. Sampai akhirnya ia pun harus menerima kenyataan pahit bahwa cinta sejatinya bertepuk sebelah tangan, gadis pujaan pun semakin lama semakin jauh darinya bahkan hilang entah kemana bersama harapan yang ia sandarkan padanya. Hingga bertahun-tahun lamanya ia terus mencari gadis itu sampai ia putus asa dan merasa semua usahanya sia-sia saja. Batinnya terasa amat pedih, seakan dia baru saja kenal gadis itu dan amat rindu padanya... namun esok harinya dia sudah pergi meninggalkannya.

Saat ini Zakaria benar-benar phobia dengan kata ”Cinta” apalagi bila sudah melihat wanita seakan bikin sensi dia saja. Mungkin itulah yang menyebabkan Zakaria selalu menasehati teman-temannya yang juga aktivis dakwah di kampus, terutama pada akhwat agar benar-benar menjauhi yang namanya ikhtilat (bercampur baurnya antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim dalam suatu tempat). Tak dapat disangkal lagi pergaulan antar mahasiswa dan mahasiswi di kampus sudah menjadi hal yang biasa. Walaupun terasa sulit awalnya untuk menjaga pandangan dan memposisikan diri dengan tuntunan yang syar’i dalam pergaulan di kampusnya, tapi lama kelamaan Zakaria merasakan nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hatinya merasa amat tentram, ia bisa mengendalikan mata, telinga, kaki, dan tangannya untuk bertakwa pada Allah serta menjaga lisannya dari perkataan yang tidak bermanfaat selain untuk menyeru kepada kebenaran. Kini masa lalunya yang kelam hilang sudah bersama tangis sedih dalam doa yang ia panjatkan memohon ampunan dari Allah Sang Maha Pencipta. Malam yang kelabu telah tergantikan oleh pagi yang berseri mengiringi langkahnya untuk meneruskan hidup dalam dunianya yang baru setelah ia mampu memahami apa tujuan ia hidup di dunia. ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” Sesungguhnya kita hidup di dunia ini bagaikan musafir yang menempuh perjalanan yang cukup panjang hingga batas waktu yang telah ditentukan dan menjadi tujuan akhir kita yaitu menghadap Allah. ”Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah:156)

Berlalu sudah rasa sedih gundah gulana yang ia alami, kini jalan hidup yang baru telah membuka matanya. Zakaria begitu bersyukur karena ia telah diberi hidayah oleh Allah dan juga para sahabat yang senantiasa mengingatkannya ke dalam kebaikan. Pandangannya terhadap wanita pun telah sedikit berubah, ternyata selama hidupnya ia baru menyadari bahwa masih banyak wanita shalihah yang pandai menjaga diri, menjaga pandangan, tidak suka bertabaruj (mengumbar aurat) dan mereka itu adalah para saudari dari kalangan aktivis dakwah kampus yang seprofesi dengannya. Meski begitu ia pun sadar bagaimana pun mereka tetap wanita. ”Tiada aku meninggalkan suatu fitnah sesudahku lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada godaan wanita.” wasiat Rasullah terhadap kaum pria. (HR. Bukhari dan Muslim). Seiring dengan perubahan pada diri Zakaria ia pun kini merasakan suasana yang baru dan harus beradaptasi dengannya karena sejak tahun ini dia sudah pindah dan tinggal bersama paman dan bibinya yang ada di luar kota namun masih tidak begitu jauh hanya butuh waktu kurang lebih 40 menit untuk bisa sampai ke kampusnya.

Tidak terasa kini ia telah menempuh kuliahnya selama lebih dari 2 tahun, dalam masa yang sudah ia habiskan itu manis dan pahitnya hidup telah ia jalani. Ketika itu saat mata kuliahnya telah usai Zakaria langsung berangkat menuju mushallah kampus untuk menunaikan Shalat Dhuha’. Namun di persimpangan jalan langkahnya terhenti saat ia mendengar ada suara seorang gadis yang memanggil namanya. Saat ia tengok ke belakang ternyata muncul sesosok gadis berjilbab lebar dan berbusana longgar yang ternyata seorang akhwat. ”Afwan akh, ada yang ingin ana bicarakan berdua sama akhi.” tegur si Akhwat. Serentak Zakaria mulai menundukkan pandangannya, meski pun ia sempat menatap wajah gadis itu walau hanya sekejap. Ia bingung harus berbuat apa di satu sisi akhwat itu adalah seniornya di organisasi dakwah kampus mungkin juga yang ingin dia bicarakan itu begitu penting, namun di sisi lain Zakaria takut terjadi fitnah yang bisa menimpa mereka berdua. Tidak lama kemudian akhwat itu duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat meja bundar untuk tempat mengobrol, padahal Zakaria belum sempat berkata apa pun. Akhirnya ia pun menuruti apa keinginan si akhwat tadi, ia pun duduk tepat dihadapannya.

”Sebenarnya apa yang ingin anti bicarakan, tapi waktu ana tidak banyak disini.” tandas Zakaria.
”Yah ana juga taw akh, sebenernya ana juga gak enak klo ngobrol disini.”
”Lah terus... emang penting banget ya ukh!” balaz Zakaria.

Bukannya menjawab pertanyaan, si akhwat malah tersenyum sambil menutup bibirnya dengan tangan kanannya. Zakaria malah semakin penasaran dibuatnya, sebenarnya apa yang ingin dibicarakan gadis ini. Ia mulai merasa deg degan jantungnya mulai berdetak mengikuti jarum jam yang dilihatnya. Sungguh hari yang aneh, baru kali ini dia bertatapan langsung tanpa hijab dengan seorang akhwat yang biasanya tidak pernah saling tegur sapa jika berpapasan dengannya. Bila di perhatikan si akhwat seperti biasa saja dengan Zakaria, dia tidak menundukkan pandangannya malah semakin menggoda dengan senyumannya itu.

”Akh.. antum lucu juga ya, masak baca buku pake terbalik gitu...” seru si akhwat.

Aduh... sial bener nasib Zakaria, ketahuan deh klo dia lagi grogi. Lantas di baliknya buku yang sedang menutupi wajahnya itu tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun karena merasa begitu malunya.

”Ukhti cepet katakan yang ingin ukhti sampaikan sama ana, supaya tidak berlama-lama disini.”
Akhirnya akhwat itu mulai masuk ke topik utamanya. ”Sebenernya ana cuma pengen tanya, ntar sore tuch kajian rutinnya ada apa nggak?.”
”Ya.. biar ana bisa persiapan lebih matang lagi gitu akh.” lanjut si akhwat.
”Cuma itu saja...??.” tanya Zakaria.
”Yups...”
”Kamu keterlaluan ukhti, klo soal itu saja kan bisa lewat sms... klo pengen cepet ya bisa hubungi ana lewat telpon. Atau ukhti bisa tanya langsung sama ketua!.” jawab Zakaria sedikit marah.
”Yah kok akhi jadi sensi gitu... ana kan cuma pengen tanya aja sama akhi, kebetulan ketemu akhi disini ya ana tanya aja langsung.”
”Ya gak bisa gitu dong ukh, klo ukhti terus-terusan begini bagaimana mungkin dakwah kita bisa berkembang.”
”kok akhi malah menyalahkan ana. Ya sudah klo memang begitu, cukup sampai disini saja pembicaraan kita... ana gak akan pernah ngerepotin akhi lagi.. Wassalamu’alakum.”
”Ukhti Lia tunggu dulu, anti salah paham!!” seru Zakaria.

Seketika Ukhti Lia pun berlalu dari hadapannya dengan sisa berkas wajah yang masih memerah karena emosinya.

”Astaughfirullah... kenapa malah jadi begini, sebenarnya ini salah siapa yah. Kok jadi tambah membingungkan begini. Yang sensitif dan mudah tersinggung itu aku atau dia... dasar wanita susah dimengerti.”

0 komentar: