Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)

Hari mulai beranjak siang, ketika itu di dalam rungan kelas yang lumayan dingin 2 orang mahasiswa tengah duduk di bangku paling belakang yaitu Zakaria dan salah seorang temannya yang bernama akhi Jono. Saat itu pelajaran tengah berlangsung serius, namun akhi Jono terus memperhatikan Zakaria yang terlihat seperti sedang melamun.

”Hei... Ya.. kamu koq melamun terus, apa yang sedang ada di pikiran kamu tuch?”. kata akhi Jono.
”Aku gak tahu pasti Jon... Yang jelas batin ini rasanya sakit sekali.”
”Kan sakitnya baru sekali aja Ya, belum dua kali... Ada apa sih Ya, kamu patah hati lagi ya...?” sindir akhi Jono.
”Wah kamu ini, aku tuch serius Jon... padahal kamu tahu sendiri kan klo sekarang aku bukan Zakaria yang dulu lagi. Aku sudah berubah... gak mungkin aku dekat dengan wanita, apalagi sampai patah hati.”
”Lah... terus sakit hatimu klo bukan karena wanita karena apa donk Ya?”
”Sebenernya masih karena wanita sih, tapi yang ini buka wanita biasa Jon... ”
”Bukan wanita biasa... maksud kamu mbak yang jual Gado-gado di depan kantin itu ya...”
”Gila kamu Jon, masa’ aku sakit hati karena mbak yang jual Gado-gado... maksudku tuch akhwat Jooon.. akhwat..”
”Oh Akhwat... ngobrol donk broo.. emangnya akhwat mana yang sudah bikin kamu patah hati gini.”
”Duh... otakmu lagi konslet kali.. aku gak lagi patah hati... gini loch Jon, tadi pagi waktu aku sedang parkir motor, tanpa sengaja di depanku juga ada seorang akhwat yang juga sedang parkir motor.”
”Wah gitu aja kamu GR... dia kan kebetulan parkirnya di depan kamu. Mungkin karena tempat sudah full kali.”
”Wah kamu itu jangan potong pembicaraanku dulu donk... masih ada lanjutannya.”
”oh iya afwan Ya... silahkan dilanjutkan.”
”Tiba-tiba ada cowok yang nyamperin dia Jon... truz dengan seenaknya si cowok itu pegang tangannya akhwat sambil ngobrol dengan begitu akrabnya. Padahal sudah jelas aku berada tepat di depan akhwat tadi. Coba kamu bisa bayangin nggak.. klo kejadian itu juga terjadi juga sama kamu...”
”Ya... brarti kamu itu cemburu sama akhwat tadi.” tandas akhi Jono
”Aku gak taw... tapi mungkin juga kamu benar Jon. Namun cemburuku itu yang pasti dalam hal kebaikan. Aku cuma gak ingin melihat akhwat itu terjerumus seperti wanita kebanyakan saat ini. Entah kenapa rasanya hati ini sakit banget klo melihat mereka deket sama cowok yang bukan muhrimnya, padahal kamu tahu sendiri kan bagaimana sikap akhwat kepada ikhwan seperti kita... mereka itu teramat istimewa buat kita, mereka selalu menjaga pandangannya pada kita, bahkan saat kita sedang rapat di sebuah majelis mereka berusaha untuk tidak menampakkan auratnya pada kita, sekalipun itu suaranya.. yang mana suara mereka dapat menimbulkan fitnah buat kita. Sejujurnya seandainya mereka tahu... bagaimana perasaanku saat pertama kali masuk dalam organisasi dakwah ini, betapa terkejutnya aku saat mengetahui sosok wanita seperti mereka dimana pada saat itu aku masih jahil banget kan Jon... kamu tahu sendirilah Jon. Aku bagai menemukan mutiara di dalam tumpukan jerami, mereka juga sudah merubah pandanganku terhadap wanita... karena sebelumnya aku mengira semua wanita walau dengan penampilan apa pun adalah sama.. namun ternyata kenyataannya mereka sungguh berbeda. Sayangnya sebagian dari mereka hanya menganggap bahwa semua yang mereka lakukan itu adalah sebagai tradisi dalam organisasi kita saja.”
”Apa yang kamu katakan barusan memang benar, tapi kamu juga harus lihat kondisinya dulu dong Ya... jangan langsung maen tembak begitu... mereka pasti punya alasan tertentu. Apalagi di kampus kita kondisinya cowoknya lebih banyak di banding mereka yang cewek itu.” ketus akhi Jono.
”Iya.. aku paham maksudmu. Tapi apa yang Allah telah tentukan untuk kita itu pasti ada hikmah di dalamnya. Karena seluruh aspek kehidupan kita telah diatur dalam Islam agama yang maha mulia ini. Jika kita melenceng, pasti ada resiko yang akan kita tanggung... Karena sesungguhnya Islam itu telah mengangakat derajat wanita. Itulah yang membedakan saudari kita sesama muslim dengan wanita dari kalangan umat yang lain.”
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin agar mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-Azab :59). Balas Zakaria kepada akhi Jono.
”Tapi mana mungkin Ya...? sedangkan mereka kan tidak bisa lepas dari pandangan kita, hampir setiap hari kita bertemu mereka di kelas yang sama... apalagi jika sudah satu kelompok.” tanya akhi Jono penasaran.
”Klo masalah di kelas itu bisa dibilang sudah darurat Jon, karena kita sendiri tidak punya kemampuan untuk dapat menghindarinya. Namun klo boleh dibilang kita sudah terlanjur mengambil jalan yang salah.. baik itu aku, kamu, dan para akhwat. Karena kita menuntut ilmu yang tidak syar’i, jelas saja cara belajarnya tidak sesuai dengan syar’i. Akan tetapi kita tetap tidak boleh lengah... kita sudah berani menuntut ilmu disini, berarti kita juga sudah siap dengan segala resiko yang akan kita hadapi. Semua resiko itu adalah ujian yang menunjukkan tingkat ketakwaan kita kepada Allah. Maka klo di dalam kelas kita tidak dapat menghindari yang namanya ikhtilat, tentu saja diluar kelas kita lebih leluasa untuk menghindari ikhtilat itu. Semoga apa yang aku bicarakan ini diridho’i oleh Allah.”
”Wah aku gak menyangka rasanya baru kemaren aku masih liat kamu jadi preman kampus... tapi sekarang ngomongnya sudah seperti ustad saja..”
”Alhamdulillah itu semua karena hidayah-Nya, karena Allah sangat sayang pada kita semua.” kata Zakaria menasehati.

Setelah menyelesaikan pembicaraan, mereka berdua kembali konsentrasi pada pelajaran yang di sampaikan oleh dosen sampai pelajaran tersebut berakhir. Tepatnya pukul 10.00 setelah pelajaran usai Zakaria seperti biasa pergi ke masjid untuk menunaikan shalat sunnah. Setelah selesai shalat ia nangkring di depan masjid sambil membaca sebuah majalah kesayangannya. Saat itu keadaan masjid masih sangat sepi, tidak banyak orang yang berada dalam masjid untuk melaksanakan shalat sunnah sepertinya. Tidak lama kemudian datanglah sesosok pria berjenggot rada’ tebal dengan mengenakan celana panjang di atas mata kaki, klo orang bilang wajahnya agak mirip sama Nikki Tirta... walaupun cuma rambutnya doang yang mirip. Dia adalah ketua Organisasi Dakwah Kampus di tempat Zakaria, namanya akhi Rendi.

”Assalamu’alaykum, Kaifa haluka akh Zakaria?” sapa akhi Rendi.
”Wa’alaykumsalam.. Alhamdulillah baek akh..” balas Zakaria.
”Akh.. ana boleh minta tolong antum untuk nyebarin publikasi semua acara-acara rutin kita, tolong yang ini juga antum kasihkan ke ukhti Lia.” kata akhi Rendi sambil menyodorkan beberapa lembar poster kegiatan.
”Ukhti Lia... klo ana kasih ke akhwat yang lain boleh gak? kan akhwat bukan Cuma ukhti Lia aja...”
”Aduh kamu ini gimana... kita ini kan organisasi, jadi udah punya kewajiban masing-masing. Ukhti Lia itu kan juga koordinator sama seperti kamu di bag. Infokom. Emang kenapa, kamu punya masalah sama dia?” tanya akhi Rendi.
”Oh.. nggak kak, kita biasa-biasa aja... nggak ada masalah. Ok dah ntar aku sebarkan publikasinya.” jawab Zakaria.
”Oke klo begitu ana tinggal dulu ya... soalnya ana masih ada kuliah lagi.”
”Siip, beres kak...”
”Wassalamu’alaykum”
”Wa’alaykumsalam Warahmatullah Wabarakatuh.”

Kemudian Zakaria berpikir sejenak, ia khawatir bila ukhti Lia masih marah padanya. Ia juga tidak ingin masalah ini menjadi berlarut-larut dan merembet hingga kegiatan organisasinya menjadi terhambat. Zakaria pun memustuskan untuk meminta maaf dan ia berencana untuk memberikan sesuatu kepada ukhti Lia sebagai wujud permintaan maafnya. Akhirnya siang itu Zakaria pergi ke toko buku untuk mencari buku yang pas dan sangat bermanfaat untuk ukhti Lia, dengan harapan ia dapat memaafkan dan menghapuskan salah paham diantara mereka. Sore harinya kira-kira pukul 15.30 sehabis shalat Ashar, Zakaria sudah menunggu di hijab masjid untuk bertemu dengan ukhti Lia yang sudah ia hubungi sebelumnya.

”Tuk.. Tuk...Tuk... Assalamu’alaikum, Ada keperluan apa akh?” sapa ukhti Lia di balik hijab setelah mengetuk papan hijab.
”Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh... iya ukhti ana ada perlu sebentar. Tadi ana dikasih amanat sama akhi Rendi untuk menyampaikan poster kegiatan kita ini.”
”Syukron akh, InsyaAllah nanti langsung ana pasang di mading keputrian dan juga akan ana sebarkan lewat milis serta blog kita. Trus masih ada lagi akh?”
”Iya ukhti... ana maw kasih buku ini sebagai permintaan maaf ana atas kejadian 2 yang lalu. Ana rasa kemaren anti salah paham dengan yang ana bicarakan kemaren. Semoga anti berkenan untuk menerimanya.”
”ana gak bisa terima buku pemberian akhi ini, klo soal itu ana sudah maafkan. Afwan akh, waktu ana tidak banyak disini. Masih ada banyak hal penting yang harus ana kerjakan.” kata ukhti Lia menolak pemberian Zakaria.
”Klo begitu terima saja buku ini sebagai hadiah dari ana.” desak Zakaria dengan nada yang lembut.
”Afwan jiddan akh, jalan kita masih panjang....”
”Maksud ukhti apa... buku ini hanya sebagai wujud permintaan maaf ana, tapi klo memang ukhti tidak berkenan menerimanya.. ana juga tidak akan memaksa. Meski begitu ana bersyukur anti sudah maw memaafkan ana. Klo begitu buku ini ana sumbangkan saja untuk perpustakaan keputrian.”
”Terserah akh....”
”Ya sudahlah ukhti mungkin itu saja, jazakillah ya ukhti.”
”Waiyyakum” jawab ukhti Lia.
”Assalamu’alaykum”
”Wa’alaikumsalam”

Dengan perasaan sedikit kecewa Zakaria tetap tidak putus asa untuk terus bersikap baik di depan ukhti Lia, karena dia sangat mengerti bagaimana cara terbaik dalam menghadapi berbagai macam sifat wanita yang tidak mudah untuk dia ditebak. Zakaria juga tahu bahwa wanita cenderung memakai perasaannya dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul. Jadi dia sebagai laki-laki memang harus ekstra sabar dalam menghadapi wanita. "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya, dan hendaklah engkau sekalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada para wanita. Sebab mereka itu diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau meluruskannya berarti engkau mematahkannya dan jika engkau membiarkannya, ia tetap akan bengkok. Maka hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada wanita." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Diiiiirrrtt, diiiiirt, diiiiiiiiirt… ( Nada getar di HP Zakaria tanda ada panggilan masuk).

”Assalamu’alaykum...”
”Wa’alaykumsalam Warahmatullah Wabarakatuh...”
”Afwan akhi ana ganggu pagi-pagi begini...” kata Ukhti Lia.
”To the point aja ukhti,.. sebenarnya ada apa?”
“Ya ana cuma pengen tanya sekarang tuch udah jam berapa ya akh?”
”What... kamu bercanda ya...?? Klo gak penting ana tutup neh telponnya.”
”Iya... iya.. sabar akhi, ana cuma bercanda. Jangan ngambek gitu dong.” sahut Ukhti lia mendinginkan suasana.
”Lain kali jangan kamu ulangi lagi ya...” balas Zakaria.
”OK mas akhi... ana janji deh swearrr. Hmm.. Sebenernya ana cuma pengen minta maaf atas kejadian yang kemaren lusa itu akh... bener ana gak bermaksud apa-apa koq akh. Tapi ana paham klo ana waktu itu memang salah, pokoknya ana deh yang salah akhi... please maafkan ana ya..”
”Ana sebenernya tanpa ukhti minta maaf begini pun, pasti udah ana maafin kok... yang penting ukhti udah sadar tuch, ana dah seneng banget loch. Jadi kita sebagai seorang muslim harus benar-benar menjaga pergaulan... apalagi kita juga jadi teladan bagi temen-temen kita di kampus.”
”Iya akhi... syukran katsiir atas nasehatnya.”

Tapi di dalam benak Zakaria masih bertanya-tanya, rasanya dia benar-benar tidak percaya klo ukhti Lia bakal minta maaf sama dia. Seperti mimpi saja...

”Aduh... aduh.. ukhti jangan pencet hidungku dong, ana gak bisa bernafas neh....”
”Akhi bicara apa seh... ana disini gak lagi ngapa-ngapain. Ana bener-bener gak ngerti maksud akhi.”
”Ukh.. please ukh..!! lepasin tangannya dari hidungku... kayaknya nyawaku udah gak lama lagi neh...!”

Dan ternyata Zakaria mulai terbangun dari tidurnya, ia baru sadar klo yang mencet hidungnya tuch adik sepupu anak dari pamannya yang baru sekolah SD kelas 4. ”Aduh dek Bella kok jahil banget sih.. lihat hidung kakak jadi merah gini...” tandas Zakaria sedikit jengkel. ”Yah kak Zakaria sih... dari tadi mamaku sudah panggil-panggil kak Ya, tapi masih tiduran aja... Tuh mamaku udah siapin sarapan buat kak Ya.” jawab Bella. ”Oh.. iya maapin kakak ya Dek.. udah marah-marah.. he3.. maklumlah masih bujang. Ya udah kakak mandi dulu...”

Setelah menyelesaikan sarapan pagi yang paling digemarinya di antara masakan-masakan tante Maria (Klo nama aslinya sih ”Mariyati” (^_^!) ), Zakaria pun menyiapkan motor kesayangannya untuk berangkat ke kampus.”Om.... Tante.... aku berangkat kuliah dulu ya..” kata Zakaria sambil mencium tangan keduanya. ”Hati-hati Ya... di jalanan sekarang banyak operasi penjaringan ’gepeng’ (gelandangan).” kata Om Jayus mengingatkan. ”Emang tampang saya mirip gepeng apa Om..!!” sahutnya. ”Ya gak juga seh... cuma kamu lebih jelekan dikit.” balas Om Jayus. ”Oke deh Om, guwa cabut dulu... Bye.. Bye...” balas Zakaria.

Sesampainya di kampus, Zakaria langsung memarkir motornya di tempat paling pojok dekat pos penjaga tempat parkir. Namun belum sempat ia menginjak jagang motornya, ternyata di depannya sudah ada ukhti Lia yang lebih dulu memarkir motornya. ”Ups.. ada ukhti Lia rupanya.. aku kasih salam gak ya.. tapi lebih baik gak usah ah, kelihatannya dia masih marah sama aku. Tapi bagaimana caranya supaya dia maw maapin aku ya. Yah mungkin satu-satunya cara aku harus minta maaf sama dia.” kata Zakaria dalam hati. Belum sempat Zakaria melangkahkan kakinya beranjak pergi dari motornya, tiba-tiba ukhti Lia dihampiri oleh seorang lelaki yang tanpa basa basi seketika itu langsung menggenggam erat kedua tangan Lia.

”Eh Anton, pasti kamu telat juga ya...” tegur ukhti Lia pada sahabatnya itu.
”Iya Li.. aku telat juga. Kita sama-sama telat deh...^_^ oh iya tugas yang kemaren kamu udah ngerjain belom Li..?” jawab Anton.
”Klo aku udah ngerjain... emang kenapa Ton?”
”Ya aku ingin pinjam tugasmu buat referensi, bolehkan Li..?”
”Nggak boleh Ton, sebelum kamu lepaskan tanganmu ini...”
”Oh iya maaf Li, aku gak sadar... gmn Li bolehkan?”
”Bilang aja kamu maw nyontek punyaku, tapi gak apa-apa seh kan kita beda kelas.. neh Ton.. tapi cepet balikin ya!”
”Okey... thanks ya..”

Wajah Zakaria langsung pucat pasih setelah melihat keakraban mereka berdua, seperti ada awan mendung di atas kepalanya dengan hujan rintik-rintik yang membahasinya. Namun Zakaria lekas berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.

”Impossible.... sungguh ini tidak mungkin... aku tidak percaya, oh.. ukhti Lia kamu anggap aku ini apa, aku bukan batu di tengah gurun pasir... mengapa kamu biarkan laki-laki itu menyentuh tanganmu yang suci itu tepat di depan mataku. akhirnya kini aku tahu siapa dirimu, ternyata kamu juga sama seperti wanita lainnya... kamu manis.., bibirmu indah.. pantas saja dia dekati kamu. Uuurgh.. Gelapnya!! Kok otakku jadi hang gini... tapi sudahlah kamu memang benar-benar wanita.” dalam batin Zakaria.

Romaninlove Muslim Edition

“Papa… ayo bangun… Allah sudah memanggil kita, dengerin tuch.. sudah terdengar suara Adzan subuh, cepet Pa bergegas pergi berjama’ah di masjid.. nanti ketinggalan loch..!” Namun ditengah terlelapnya Zakaria seketika terbagun dari tidurnya. ( Dengan pandangan mata segaris, Zakaria mulai terjaga dari tidurnya sambil menguap berulang kali ). ”Astaughfirullah ternyata aku mimpi lagi, Ya Allah apa arti dari mimpiku ini.. apa yang telah Engkau rencanakan untukku.. Siapa gadis yang ada dalam mimpi itu, mengapa wajahnya tak terlihat jelas olehku. Mungkinkah dia itu adalah pendamping hidupku kelak... Sungguh telah aku pasrahkan semuanya kepada-Mu Ya Rab segala urusanku di dunia ini”.

Dengan wajah yang sedikit memerah ditambah lagi ia masih merasa deg degan, dan masih terngiang di benaknya akan mimpinya barusan. Tak hentinya ia tersenyum bahagia, pupus sudah harapan Zakaria yang selalu berharap agar di jauhkan dari segala fitnah wanita... ia merasa sangat bodoh dengan komitmennya selama ini untuk dapat hidup tanpa wanita sekalipun dengan dalih agar dapat lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Ternyata Allah telah menyadarkannya melalui mimpi. Kenapa ia haramkan, yang Allah halalkan untuknya... yang demikian itu agar mereka bertambah takwa kepada-Nya. Bagi Zakaria belum pernah terbayangkan jika mimpi itu menjadi kenyataan, apalagi ini adalah mimpi untuk yang kesekian kalinya, bukankah dengan memiliki seorang istri yang shalihah.. maka akan bertambah ketakwaan-Nya kepada Allah Rab semesta alam. Apalagi bila ketakwaannya itu dibangun atas dasar cinta sepasang hati yang mengharap ridho dari Allah, maka atas izin Allah pintu surga akan terbuka bagi keduanya. ”Barang siapa diberi istri shalihah oleh Allah, sesungguhnya Allah menolongnya di atas separo agamanya. Maka hendaknya dia bertakwa kepada Allah pada separoh sisanya.” ( HR. Thabrani ).

Tak lama kemudian terdengar Adzan Subuh, segera Zakaria pergi berjama’ah di masjid yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Seusai shalat subuh Zakaria selalu menyempatkan untuk membaca Al qur’an atau pun muraja’ah hafalannya. Zakaria memang bukanlah anak yang pandai, namun ia punya komitmen yang kuat untuk segala urusan yang ingin di capainya termasuk dalam urusan dakwah. Maklum saja di kampusnya ia termasuk salah seorang aktivis dakwah yang terbilang sangat rajin, namun jangan salah meski begitu ia juga termasuk aktivis dakwah yang terkenal bandel dan terkadang juga keras kepala bila menghadapi suatu permasalahan. Yah maklumlah karena Zakaria sendiri masih belum merasa kalau dirinya udah dewasa, lebih tepatnya sifatnya masih terlalu kekanak-kanakan persis seperti anak umur 7 atau 8 tahunan. Herannya bila ia sudah memimpin sebuah majelis terkadang ia terlihat seperti laki-laki yang bijak, kompeten dan mampu memecahkan setiap permasalahan yang di hadapi organisasi, ide-idenya cukup lugas dan mudah untuk dipahami oleh semua anggota majelis, walaupun tak jarang juga bila ia terlihat amat bodoh dan kurang masuk akal karna sifatnya yang kekanak-kanakan itu.
Namun sebenarnya yang selama ini ada dalam hati Zakaria adalah rasa benci yang belum bisa ia padamkan terhadap wanita. Terus terang saja karena Zakaria yang ada saat ini sangat berbeda masa lalunya. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan apalagi saat itu ia masih jahil dan buta terhadap agamanya sendiri. Zakaria pun sudah lebih dulu meneguk manisnya dunia. Memang saat-saat puber di masa muda membuatnya semakin penasaran terlebih lagi dia memang belum di bekali ilmu yang matang, akhirnya sampailah dia masuk ke dalam jurang yang lebih dalam. Singkat cerita, tak disangka ternyata gadis yang sudah lama bersahabat dengan Zakaria itu mampu merubahnya menjadi seorang pemuda yang santun, selalu berpikir realistis, dan semakin taat bertakwa kepada Allah. Apalagi di kala dia kehilangan semangatnya, gadis itu yang selalu bisa membuat dia untuk bangkit menjalani hidup yang lebih baik lagi. Begitu banyaknya kebahagiaan yang gadis itu berikan untuk Zakaria, hingga akhirnya dia pun berhasrat memilikinya lebih daripada ini... lebih dari sekedar sebagai sahabat. Semakin lama dia pun kian jatuh hati pada gadis itu, walau sebenarnya ia memang sudah jatuh hati pada pandangan pertama. Namun Zakaria hanya mencintai lahirnya saja sedangkan apa yang ada dalam batin gadis itu tentu saja di luar batas kemampuan Zakaria untuk mengetahuinya. Sampai akhirnya ia pun harus menerima kenyataan pahit bahwa cinta sejatinya bertepuk sebelah tangan, gadis pujaan pun semakin lama semakin jauh darinya bahkan hilang entah kemana bersama harapan yang ia sandarkan padanya. Hingga bertahun-tahun lamanya ia terus mencari gadis itu sampai ia putus asa dan merasa semua usahanya sia-sia saja. Batinnya terasa amat pedih, seakan dia baru saja kenal gadis itu dan amat rindu padanya... namun esok harinya dia sudah pergi meninggalkannya.

Saat ini Zakaria benar-benar phobia dengan kata ”Cinta” apalagi bila sudah melihat wanita seakan bikin sensi dia saja. Mungkin itulah yang menyebabkan Zakaria selalu menasehati teman-temannya yang juga aktivis dakwah di kampus, terutama pada akhwat agar benar-benar menjauhi yang namanya ikhtilat (bercampur baurnya antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim dalam suatu tempat). Tak dapat disangkal lagi pergaulan antar mahasiswa dan mahasiswi di kampus sudah menjadi hal yang biasa. Walaupun terasa sulit awalnya untuk menjaga pandangan dan memposisikan diri dengan tuntunan yang syar’i dalam pergaulan di kampusnya, tapi lama kelamaan Zakaria merasakan nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hatinya merasa amat tentram, ia bisa mengendalikan mata, telinga, kaki, dan tangannya untuk bertakwa pada Allah serta menjaga lisannya dari perkataan yang tidak bermanfaat selain untuk menyeru kepada kebenaran. Kini masa lalunya yang kelam hilang sudah bersama tangis sedih dalam doa yang ia panjatkan memohon ampunan dari Allah Sang Maha Pencipta. Malam yang kelabu telah tergantikan oleh pagi yang berseri mengiringi langkahnya untuk meneruskan hidup dalam dunianya yang baru setelah ia mampu memahami apa tujuan ia hidup di dunia. ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” Sesungguhnya kita hidup di dunia ini bagaikan musafir yang menempuh perjalanan yang cukup panjang hingga batas waktu yang telah ditentukan dan menjadi tujuan akhir kita yaitu menghadap Allah. ”Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah:156)

Berlalu sudah rasa sedih gundah gulana yang ia alami, kini jalan hidup yang baru telah membuka matanya. Zakaria begitu bersyukur karena ia telah diberi hidayah oleh Allah dan juga para sahabat yang senantiasa mengingatkannya ke dalam kebaikan. Pandangannya terhadap wanita pun telah sedikit berubah, ternyata selama hidupnya ia baru menyadari bahwa masih banyak wanita shalihah yang pandai menjaga diri, menjaga pandangan, tidak suka bertabaruj (mengumbar aurat) dan mereka itu adalah para saudari dari kalangan aktivis dakwah kampus yang seprofesi dengannya. Meski begitu ia pun sadar bagaimana pun mereka tetap wanita. ”Tiada aku meninggalkan suatu fitnah sesudahku lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada godaan wanita.” wasiat Rasullah terhadap kaum pria. (HR. Bukhari dan Muslim). Seiring dengan perubahan pada diri Zakaria ia pun kini merasakan suasana yang baru dan harus beradaptasi dengannya karena sejak tahun ini dia sudah pindah dan tinggal bersama paman dan bibinya yang ada di luar kota namun masih tidak begitu jauh hanya butuh waktu kurang lebih 40 menit untuk bisa sampai ke kampusnya.

Tidak terasa kini ia telah menempuh kuliahnya selama lebih dari 2 tahun, dalam masa yang sudah ia habiskan itu manis dan pahitnya hidup telah ia jalani. Ketika itu saat mata kuliahnya telah usai Zakaria langsung berangkat menuju mushallah kampus untuk menunaikan Shalat Dhuha’. Namun di persimpangan jalan langkahnya terhenti saat ia mendengar ada suara seorang gadis yang memanggil namanya. Saat ia tengok ke belakang ternyata muncul sesosok gadis berjilbab lebar dan berbusana longgar yang ternyata seorang akhwat. ”Afwan akh, ada yang ingin ana bicarakan berdua sama akhi.” tegur si Akhwat. Serentak Zakaria mulai menundukkan pandangannya, meski pun ia sempat menatap wajah gadis itu walau hanya sekejap. Ia bingung harus berbuat apa di satu sisi akhwat itu adalah seniornya di organisasi dakwah kampus mungkin juga yang ingin dia bicarakan itu begitu penting, namun di sisi lain Zakaria takut terjadi fitnah yang bisa menimpa mereka berdua. Tidak lama kemudian akhwat itu duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat meja bundar untuk tempat mengobrol, padahal Zakaria belum sempat berkata apa pun. Akhirnya ia pun menuruti apa keinginan si akhwat tadi, ia pun duduk tepat dihadapannya.

”Sebenarnya apa yang ingin anti bicarakan, tapi waktu ana tidak banyak disini.” tandas Zakaria.
”Yah ana juga taw akh, sebenernya ana juga gak enak klo ngobrol disini.”
”Lah terus... emang penting banget ya ukh!” balaz Zakaria.

Bukannya menjawab pertanyaan, si akhwat malah tersenyum sambil menutup bibirnya dengan tangan kanannya. Zakaria malah semakin penasaran dibuatnya, sebenarnya apa yang ingin dibicarakan gadis ini. Ia mulai merasa deg degan jantungnya mulai berdetak mengikuti jarum jam yang dilihatnya. Sungguh hari yang aneh, baru kali ini dia bertatapan langsung tanpa hijab dengan seorang akhwat yang biasanya tidak pernah saling tegur sapa jika berpapasan dengannya. Bila di perhatikan si akhwat seperti biasa saja dengan Zakaria, dia tidak menundukkan pandangannya malah semakin menggoda dengan senyumannya itu.

”Akh.. antum lucu juga ya, masak baca buku pake terbalik gitu...” seru si akhwat.

Aduh... sial bener nasib Zakaria, ketahuan deh klo dia lagi grogi. Lantas di baliknya buku yang sedang menutupi wajahnya itu tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun karena merasa begitu malunya.

”Ukhti cepet katakan yang ingin ukhti sampaikan sama ana, supaya tidak berlama-lama disini.”
Akhirnya akhwat itu mulai masuk ke topik utamanya. ”Sebenernya ana cuma pengen tanya, ntar sore tuch kajian rutinnya ada apa nggak?.”
”Ya.. biar ana bisa persiapan lebih matang lagi gitu akh.” lanjut si akhwat.
”Cuma itu saja...??.” tanya Zakaria.
”Yups...”
”Kamu keterlaluan ukhti, klo soal itu saja kan bisa lewat sms... klo pengen cepet ya bisa hubungi ana lewat telpon. Atau ukhti bisa tanya langsung sama ketua!.” jawab Zakaria sedikit marah.
”Yah kok akhi jadi sensi gitu... ana kan cuma pengen tanya aja sama akhi, kebetulan ketemu akhi disini ya ana tanya aja langsung.”
”Ya gak bisa gitu dong ukh, klo ukhti terus-terusan begini bagaimana mungkin dakwah kita bisa berkembang.”
”kok akhi malah menyalahkan ana. Ya sudah klo memang begitu, cukup sampai disini saja pembicaraan kita... ana gak akan pernah ngerepotin akhi lagi.. Wassalamu’alakum.”
”Ukhti Lia tunggu dulu, anti salah paham!!” seru Zakaria.

Seketika Ukhti Lia pun berlalu dari hadapannya dengan sisa berkas wajah yang masih memerah karena emosinya.

”Astaughfirullah... kenapa malah jadi begini, sebenarnya ini salah siapa yah. Kok jadi tambah membingungkan begini. Yang sensitif dan mudah tersinggung itu aku atau dia... dasar wanita susah dimengerti.”


Seperti pemberitaan sebelumnya bahwa Arab Saudi telah membuat sebuah Universitas yang membolehkan adanya campur baur antara pria dan wanita dalam satu kelas maupun di kafe kampus, yang merupakan bagian dari misi reformasi yang dilakukan oleh Raja Abdullah - akhirnya menuai kecaman dari ulama.

Seorang ulama terkemuka telah mengkritik universitas Saudi yang baru diluncurkan oleh Raja Abdullah - yang telah mengijinkan para mahasiswanya baik laki-laki maupun wanita dapat bercampur baur untuk mengambil perkuliahan secara bersama-sama.

Syaikh Saad bin Nasser al-Sheshri, yang merupakan salah seorang anggota dari panitia tertinggi pemerintah yang direstui komite tinggi Ulama Islam, pada Rabu kemarin seperti dikutip harian Al-Watan telah menuntut supaya universitas "King Abdullah University Science and Technology"(KAUST) untuk mengakhiri kelas yang membolehkan bercampur baur antara mahasiswi dan mahasiswa dalam satu kelas.

"Ikhtilat (bercampur baru antara pria dan wanita yang bukan mahram) merupakan dosa besar dan kejahatan besar," mengutip pernyataan al-Sheshri. "Ketika laki-laki bergaul dan bercampur dengan perempuan secara bebas, akan membakar hati mereka dan akan dapat mengalihkan dari tujuan utama mereka yaitu menuntut ilmu."

Komentar Al-Sheshri tersebut mengindikasikan adanya penentangan pertama yang signifikan terhadap kerajaan yang terintegrasi penuh yang kuat pengaruh agamanya.

Kampus pascasarjana yang bernilai miliaran dolar itu, yang secara resmi membuka pintunya bagi para mahasiswa baru pekan lalu, dan universitas ini telah dipuji oleh Raja Abdullah sebagai sebuah "mercusuar toleransi." Kampus ini membanggakan diri dengan laboratorium yang memiliki superkomputer ke 14 yang tercepat di dunia dan salah satu anugerah terbesar di seluruh dunia.

Para pejabat Saudi menggambarkan universitas tersebut sebagai bagian penting dari rencana kerajaan untuk mengubah dirinya kedalam sebuah 'hub' ilmu pengetahuan global dan juga sebagai bagian dari upaya diversifikasi ketergantungan ekonomi terhadap minyak.

Surat kabar Al-Watan, yang dimiliki oleh anggota keluarga kerajaan, berbalik menuduh al-Sheshri telah mencoba merongrong rencana reformasi Abdullah terhadap negara koservatif Saudi dan menyebut kritikan al-Sheshri akan makin menyuburkan tindakan terorisme di Saudi.

"Ini adalah sesuatu yang dinantikan oleh al-Qaidah yang menjadikan hal tersebut sebagai alasan dan pembenaran tindakan mereka, kata kepala editor harian Al-Watan - Jamal Kashukshi,dalam sebuah editorial yang ia tulis.

Surat kabar pro-pemerintah lainnya harian Al-Riyadh, juga menolak pernyataan al-Sheshri tersebut, yang mereka gambarkan sebagai "sebuah kredo Yang menempatkan negara Saudi di belakang di seluruh dunia Islam."

Sampai sejauh ini lebih dari 800 siswa dari 61 negara yang berbeda telah mendaftarkan diri di kampus KAUST . Universitas KAUST bertujuan untuk memperluas jumlah mahasiswanya sekitar 2,000 siswa dalam waktu delapan sampai 10 tahun.

Dari jumlah tersebut, 15 persen merupakan warga Saudi, kata para pejabat universitas.

Pemerintah Saudi berharap bahwa universitas ini akan berhasil dalam mempromosikan kebebasan ilmiah di negara yang konservatif yang sering dituding sebagai penyebab mandegnya inovasi.

Raja Abdullah telah mendorong adanya reformasi di kerajaan yang kaya minyak itu sejak menjadi putra mahkota pada tahun 1982, dan telah menggiatkan upaya tersebut sejak setelah kematian saudara tirinya, Raja Fahd, pada tahun 2005.(fq/syracuse)


Apa hukum jual beli anjing, kucing dan darah? Hal ini juga dapat diluaskan pada jual beli donor darah. Bagaimana upah dari jual beli semacam itu?

Alhamdulillah wa sholaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Mengenai jual beli 3 benda di atas, dapat kita lihat bersama pada beberapa hadits berikut ini.

Hadits pertama

Dari Abu Mas’ud Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan.” (HR. Bukhari dan Muslim) [Bukhari: 39-Kitab Al Buyu’, 112-Hasil Penjualan Anjing. Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]

Hadits kedua

Dari Abu Juhaifah, beliau berkata,
إن رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن ثمن الدم وثمن الكلب وكسب الأمة ولعن الواشمة والمستوشمة وآكل الربا وموكله ولعن المصور

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh).” (HR. Bukhari) [Bukhari: 39-Kitab Al Buyu’, 112-Bab Hasil Penjualan Anjing]

Hadits ketiga

Dari Rofi’ bin Khodij, beliau mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
شَرُّ الْكَسْبِ مَهْرُ الْبَغِىِّ وَثَمَنُ الْكَلْبِ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ

“Sejelek-jelek penghasilan adalah upah pelacur, hasil penjualan anjing dan penghasilan tukang bekam.” (HR. Muslim) [Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]
Juga dari Rofi’ bin Khodij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ

“Hasil penjualan anjing adalah penghasilan yang buruk. Upah pelacur juga buruk. Begitu pula penghasilan tukang bekam adalah khobits (jelek).” (HR. Muslim) [Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]

Hadits keempat
Dari Abu Az Zubair, beliau berkata bahwa beliau pernah menanyakan pada Jabir mengenai hasil penjualan anjing dan kucing? Lalu Jabir mengatakan,
قَالَ زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras hal ini.” (HR. Muslim) [Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]
Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zajar dalam hadits di atas adalah larangan keras. (Al Muhalla, 9/13)

Hadits kelima
Dari Jabir, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing dan kucing.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) [Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]

Itulah beberapa dalil yang menjelaskan jual beli ketiga benda di atas. Jadi, hadits-hadits di atas menunjukkan terlarangnya jual beli anjing, kucing, dan darah, sehingga hasil penjualannya tidak halal.

Apakah Seluruh Jenis Anjing dan Kucing Termasuk Larangan Di Atas?

Memang ada perselisihan pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama membolehkan hasil penjualan anjing yang memiliki kegunaan seperti anjing yang digunakan untuk berburu, menjaga hewan ternak dan menjaga tanaman. Namun sebagian ulama melarang secara mutlak hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas.

Begitu juga dengan kucing, sebagian ulama memperbolehkan jual beli hewan ini karena adanya kegunaan untuk memburu tikus, serangga, cecak, kecoak, dan lainnya. Namun berdasarkan hadits-hadits di atas di atas ulama lain semacam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad melarang secara mutlak penjualan kucing.

Jadi, anjing, kucing, dan darah tidak boleh diperjualbelikan. Ketiga benda ini bisa diperoleh dengan jalan lain semacam melalui pemberian secara cuma-cuma, tanpa melalui proses jual beli. Begitu pula hal ini berlaku untuk donor darah.

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Para ulama berselisih mengenai apa yang dimaksud dengan hasil penjualan darah. Ada yang memaksudkan dengan upah dari tukang bekam. Ada pula yang memaksudkan secara tekstual bahwa yang terlarang adalah jual beli darah sebagaimana terlarang pula jual beli bangkai, babi yaitu sama-sama haram. Hal ini adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari, 4/427)

Semoga segenap kaum muslimin yang membaca tulisan ini mendapat pencerahan. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Referensi:
Al Muhalla, Abu Muhammad Ibnu Hazm, Darul Fikr
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, Al Maktabah At Taufiqiyah
Sifat Perniagaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad Arifin Badri, MA., Pustaka Darul Ilmi
Fathul Bari, Ibnu Hajar, Dar Al Ma’rifah Beirut
Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, Asy Syamilah

*****

Pangukan, Sleman, 12 Robi’ul Awwal 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Ja'far bin Abi Thalib

by Blue Savir | 21.10 in | komentar (0)

Ia seorang yang gagah, tampan, berwibawa. Warna kulitnya yang cerah bercahaya, kelemah-lembutannya yang sopan santun, kebaikannya yang rendah hati dan kasih sayang, serta kebersihan hidup dan kesucian jiwanya, semua itu memperlihatkan kepada kita betapa miripnya jasmani dan perangainya dengan Rasulullah saw. Pada dirinya juga bertemau pokok kebaikan dan keutamaan.

Ia diberi gelar oleh Rasulullah saw sebagai "bapak si miskin."

Ia datang kepada Rasulullah saw memasuki agama Islam dengan mengambil kedudukan tinggi di antara mereka yang sama-sama pertama kali beriman. Isterinya, Amma binti 'Umais, juga ikut menganut Islam pada hari yang sama. Keduanya, dengan keberanian dan ketabahannya, tampil ke muka untuk hijrah ke Habsy (Ethiopia) hingga tinggal di sana selama bebarap tahun. Di sana mereka dikaruniai tiga orang anak: Muhammad, Abdullah, dan 'Auf.

Dengan hati yang tenang, akal pikiran yang cerdas, jiwa yang mempu membaca situasi dan kondisi, serta lidah yang fasih, Ja'far bin Abi Thalib menjadi juru bicara yang lancar dan sopan selama di Ethiopia.

Kaum Quraisy yang musyrik tidak senang dengan hijrahnya beberapa kaum muslimin ke Ethiopia. Mereka sangat takut dan cemas jika kaum muslimin menyebar dan bertambah kuat. Oleh karena itu, para pemimpin Quraisy mengirimkan dua orang utusan terpilih untuk menghadap kaisar (Negus) di Habsy lengkap dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat berharga. Kedua utusan itu, Abdullah bin Abi rabi'ah dan Amar bin Ash (keduanya waktu itu belum masuk Islam), menyampaikan harapan Quraisy agar Negus mengusir kaum muslimin yang hijrah ke Habsy.

Negus yang waktu itu bertahta di singgasana Ethiopia, adalah seorang tokoh yang mempunyai iman yang kuat. Dalam lubuk hatinya, ia menganut agama Nasrani secara murni dan padu, jauh dari penyelewengan dan lepas dari fanatik buta dan menutup diri. Nama baiknya telah tersebar ke mana-mana dan perjalanan hidupnya yang adil telah melampaui batas negerinya. Oleh karena itulah Rasulullah memilih negerinya menjadi tempat hijrah bagi sahabat-sahabatnya, dan karena ini pulalah kaum kafir Quraisy merasa khawatir kalau-kalau maksud dan tipu muslihat mereka menjadi gagal dan tidak berhasil.

Pemimpin-pemimpin Quraisy menasehati kedua utusannya agar mereka mendekati dan memberikan hadiah-hadiah kepada patrik dan uskup terlebih dahulu, sebelum menghadap kepada kaisar. Hal itu bertujuan agar para pendeta merasa puas dan berpihak kepada mereka.

Sampailah kedua utusan itu ke tempat tujuan mereka, Ethiopia. Mereka menghadap pemimpin-pemimpin agama dengan membawa hadiah-hadiah yang besar, kemudian mengirim hadiah-hadiah kepada Negus. Demikianlah, keduanya terus-menerus membangkitkan dendam kebencian di antara para pendeta. Dengan sokongan moril para pendeta itu, keduanya berharap kepada Negus agar mengusir kaum muslimin kelaur dari negerinya.

Suatu ketika, dataglah hari-hari di saat keduanya akan menghadap kaisar yang telah ditetapkan. Kaum muslimin pun diundang untuk menghadapi dendam kesumat Quraisy yang masih hendak melakukan muslihat keji dan menimpakan siksaan kepada mereka.

Dengan air muka yang jernih berwibawa, dan kerendahan hati yang penuh pesona, Baginda Negus pun duduk di atas kursi kebesarannya yang tinggi, dikelilingi oleh para pembesar gereja dan lingkungan terdekat istana. Di hadapannya, di atas suatu ruangan luas, duduk pula kaum Muhajirin Islam yang diliputi suasana penuh ketenangan dan ketenteraman.

Kedua utusan kaum Quraisy berdiri mengulangi tuduhan mereka yang pernah mereka lontarkan terhadap kaum muslimin di hadapan kaisar pada suatu pertemuan khusus yang disediakan oleh kaisar sebelum pertemuan besar yang menegangkan ini.

"Baginda Raja yang mulia...! telah menyasar orang-orang bodoh dan tolol ke negeri paduka. Mereka tinggalkan agama nenek moyang mereka, tetapi tidak pula hendak memasuki agama paduka; bahkan mereka membawa agama baru yang mereka ada-adakan, yang tak pernah kami kenal, dan tidak pula oleh paduka. Sungguh kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang di antara bangsa dan bapak-bapak mereka, paman-paman mereka, keluarga-keluarga mereka, agar paduka sudi mengembalikan orang-orang ini kepada kaumnya kembali."

Negus memalingkan mukanya ke arah kaum muslimin sambil melontarkan pertanyaan, "Agama apakah itu yang menyebabkan kalian meninggalkan bangsa kalian, tetapi tidak memandang perlu kepada agama kami?"

Ja'far bin Abi Thalib pun bangkit berdiri untuk menunaikan tugas yang telah dibebankan oleh kawan-kawannya sesama Muhajirin, yakni tugas yang telah mereka tetapkan dalam suatu rapat yang diadakan sebelum pertemuan ini. Dilepaskannya pandangan ramah penuh kecintaan kepada baginda Raja yang telah berbuat baik menerima mereka, lalu berkata, "Wahai paduka yang mulia! Dahulu kami memang orang-orang jahil dan bodoh: kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan keji, memutuskan tali silaturahmi, menyakiti tetangga dan orang yang berhampiran. Waktu itu yang kuat memakan yang lemah, hingga datanglah masanya Allah mengirim Rasul-Nya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usul, kejujuran, ketulusan, dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdikan diri pada-Nya, dan agar membaung jauh-jauh apa yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu, berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menghubungkan silaturrahmi, berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari menumpahkan darah serta semua yang dilarang Allah."

"Dilarangnya kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat terhadap wanita-wanita yang baik-baik. Lalu kami benarkan dia dan kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikit pun juga; dan kami haramkan apa yang diharamkan-Nya kepada kami; dan kami halalkan apa yang dihalalkan-Nya untuk kami, karenanya kaum kami sama memusuhi kami, dan menggoda kami dari agama kami agar kami kembali menyembah berhala lagi, dan kepada perbautan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu. Maka sewaktu mereka memaksa dan menganiaya kami, dan mengencet hidup kami, dan mengahalangi kami dari agama kami, kami kelaur hijrah ke negeri paduka, dengan harapan agar mendapatkan perlindungan paduka dan terhindar dari perbuatan-perbautan aniaya mereka...."

Ja'far bin Abi Thalib mengucapkan kata-kata mempesona ini laksana cahaya fajar. Kata-kata itu membagkitkan perasaan dan keharuan pada jiwa Negus, lalu sambil menolak pada Ja'far bin Abi Thalib, baginda bertanya, "Apakah Anda ada membawa sesuatu (wahyu) yang diturunkan atas Rasulmu itu?"
Jawab Ja'far bin Abi Thalib, "Ada" Tukas Negus lagi, "Cobalah bacakan padaku."

Lalu Ja'far bin Abi Thalib membacakan bagian dari surat Maryam dengan irama yang penuh merdu, penuh kekhusuan, dan memikat hati. Mendengar itu, Negus lalu menangis dan para pendeta serta pembesar-pembesar agama lainnya pun tak tahan untuk meneteskan air matanya. Sewaktu air mata lebat dari baginda sudah terhenti, ia pun berpaling kepada kedua utusan Quraisy itu seraya berkata, "Sesungguhnya apa yang dibaca tadi dan yang dibawa oleh Isa as sama memancar dari satu pelita. Kamu keduanya dipersilahkan pergi! Demi Allah, kami tak akan menyerahkan mereka kepada kamu!"

Akhirnya, pertemuan itu pun bubar. Allah telah menolong hamba-hamba-Nya dan menguatkan mereka, sementara kedua utusan Quraisy mendapat kekalahan yang hina. Akan tetapi, Amr bin Ash, seorang yang lihai dan ulung yang penuh dengan tipu muslihat licik, tidak hendak menyerah begitu saja, apalagi berputus asa. Begitu ia kembali bersama temannya ke tempat tinggalnya, tak habis-habisnya ia berpikir dan memutar otak, dan akhirnya berkata kepada temannya, "Demi Allah, besok aku akan kembali menemui Negus, akan kusampaikan kepada baginda keterangan-keterangan yang akan memukul kaum muslimin dan membasmi urat akar mereka."

Teman-temannya menjawab, "Jangan lakukan itu, bukankah kita masih ada hubungan keluarga dengan mereka, sekalipun mereka berselisih paham dengan kita." Jawab Amr, "Demi Allah, akan kuberitakan kepada Negus bahwa mereka mendakwakan Isa anak Maryam itu manusia biasa seperti manusia yang lainnya."

Inilah rupanya tipu muslihat baru yang telah diatur oleh utusan Quraisy terhadap kaum Muslimin, untuk memojokkan mereka ke sudut yang sempit, dan untuk menjauhkan mereka ke lembah yang curam. Seandainya orang Islam terang-terangan mengatakan, bahwa Isa itu salah seorang hamba Allah seperti manusia lainnya, pasti hal ini akan membangkitkan kemarahan dan permusuhan raja. Sebaliknya, jika mereka meniadakan pada Isa ujud manusia biasa, niscaya keluarlah mereka dari aqidah agama mereka.

Besok paginya kedua utusan itu segera menghadap Raja, dan berkata kepadanya, "Wahai Sri Paduka! orang-orang Islam itu telah mengucapkan suatu ucapan keji yang merendahkan kedudukan Isa." Para pendeta dan kaum agama menjadi geger dan gempar. Gambaran dari kalimat itu cukup menggoncangkan Negus dan para pengikutnya. Mereka memanggil orang-orang Islam sekali lagi untuk menanyai bagaimana sebenarnya pandangan agama Islam tentang Isa al Masih.

Sebelum datang, orang-orang Islam duduk berunding untuk menentukan sikap terbaiknya dalam menghadapi situasi semacam ini. Akhirnya memperoleh kata sepakat, untuk menyatakan yang haq saja, sebagaimana yang mereka dengar dari Nabi Muhammad saw. Mereka tak hendak menyimpang serambut pun dari padanya, dan biarlah apa yang akan terjadi.

Pertemuan baru pun diadakan. Negus mulai melakukan percakapan dengan bertanya kepada Ja'far bin Abi Thalib, "Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?"

Ja'far bin Abi Thalib bangkit sekali lagi laksana menara laut yang memancarkan sinar terang, ujarnya, "Kami akan mengatakan tentang Isa as sesuai dengan keterangan yang dibawa Nabi kami, Muhammad saw, bahwa Ia adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta kalimah-Nya yang ditiupkan-Nya kepada Maryam dari pada-Nya."

Negus bertepuk tangan tanda setuju, seraya mengumumkan, memang demikianlah yang dikatakan al Masih tentang dirinya. Tetapi pada barisan pembesar agama yang lain terjadi hiruk-pikuk, seolah-oleh melihat ketidaksetujuan mereka.

Negus yang terpelajar lagi beriman, terus melanjutkan bicaranya seraya berkata kepada orang-orang Islam, "Silakan sekalian Anda hidup bebas di negeriku! Siapa berani mencela dan menyakiti Anda, orang itu akan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya itu."

Kemudian Negus berpaling kepada orang-orang besarnya yang terdekat, lalu sambil mengisyaratkan dengan telunjuknya ke arah kedua utusan kaum Quraisy, berkatalah ia, "Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini! Aku tak membutuhkannya! Demi Allah, Allah tak pernah mengambil uang sogokan dari padaku, di kala ia mengaruniakan takhta ini kepadaku, karena itu aku pun tak akan menerimanya dalam hal ini."

Kedua kalinya kedua utusan Quraisy itu pun pergi keluar meninggalkan tempat pertemuan dengan perasan hina dan terpukul. Mereka segera memalingkan arah perjalanannya pulang menuju Mekah. Orang-orang Islam pun keluar di bawah pimpinan Ja'far bin Abi Thalib untuk memulai kehidupan baru di tanah Ethiopia, yakni penghidupan yang aman tenteram, sebagaimana mereka katakan, "Dinegeri yang baik dengan tetangga yang baik," hingga akhirnya datang saatnya Allah mengizinkan mereka kembali kepada Rasul mereka, kepada sahabat dan handai taulan serta kampung halaman mereka.

Di kala Rasulullah bersama Kaum Muslimin sedang bersukaria dengan kemenangan atas jatuhnya Khaibar, tiba-tiba mucullah Ja'far bin Abi Thalib bersama sisa Muhajirin lainnya dari Ethiopia.

Tak terkatakan besarnya hati Nabi dan betapa bertambah bahagia dan gembiranya ia karena kedatangan mereka. Dipeluknya Ja'far bin Abi Thalib dengan mesra sambil berkata, "Aku tak tahu, entah mana yang lebih menggembirakanku: Apakah dibebaskannya Khaibar atau kembalinya Ja'far bin Abi Thalib."

Dengan berkendaraan, Rasulullah pergi bersama sahabat-sahabatnya ke Mekah untuk melaksanakan umrah qadla. Sekembalinya ke Madinah, jiwa Ja'far bin Abi Thalib bergelora dan dipenuhi keharuan setelah mendengar berita dan cerita sekitar sahabat-sahabatnya kaum muslimin, baik yang gugur sebagai syuhada, maupun yang masih hidup selaku pahlawan-pahlawan yang berjasa dari perang Badar, perang Uhud, Khandak, dan peperangan-peperangan lainnya. Kedua matanya basah berlinang mengenang mukminin yang telah menepati janjinya dengan mengorbankan nyawa karena Allah. "Kapankah aku akan berbuat demikian?" pikirnya. Hatinya terasa terbang merindukan surga, ia pun menunggu-nunggu kesempatan dan peluang yang berharga itu: berjuang sebagai shahid di jalan Allah.

Suatu ketika, pasukan-pasukan Islam yang telah kita bicarakan dahulu, sedang bersiap-siap hendak diberangkatkan menuju medan perang Muktah. Bendera dan panji-panji perang berkibar dengan megahnya, disertai dengan gemerincingnya bunyi senjata. Ja'far memandang peperangan ini sebagai peluang yang sangat baik dan satu-satunya kesempatan seumur hidup untuk merebut salah satu di antara dua kemungkinan: membuktikan kejayaan besar bagi Agama Allah dalam hidupnya, atau ia akan beruntung menemui syahid di jalan Allah. Ia kemudian memohon kepada Rasulullah untuk turut serta mengambil bagian dalam peperangan ini.

Ja'far mengetahui benar, bahwa peperangan ini tidaklah enteng dan main-main, bahkan bukan peperangan yang kecil, malah sebenarnya inilah suatu peperangan yang luar biasa, baik tentang jauh dan sulitnya medan yang akan ditempuh, maupun tentang besarnya musuh yang akan dihadapi, yang belum pernah dialami umat Islam selama ini. Suatu peperangan melawan bala tentera kerajaan Romawi yang besar dan kuat, yang memiliki kemampuan perlengkapan dan pengalaman serta didukung oleh alat persenjataan yang tak dapat ditandingi oleh orang-orang Arab maupun kaum muslimin. Walaupun demikian, perasaan hati dan semangatnya untuk berjihad di jalan Allah tidak bisa mengurungkan tekadnya untuk ikut berperang bersama pasukan kaum muslimin lainnya. Akhirnya Ja'far diangkat Rasulullah menjadi panglima pasukan. Pasukan kaum muslimin mulai bergerak menuju Syria.

Pada suatu hari yang dahsyat, kedua pasukan itu pun berhadapan muka, dan tak lama kemudian pecahlah pertempuran hebat. Romawi mengerahkan pasukannya sebanyak 200.000 orang prajurit. Meskipun melihat betapa banyaknya pasukan musuh, Ja'far dan kaum muslimin lainnya tidak gentar dan tidak ciut nyalinya untuk menghadapi pasukan kafirin itu.

Pada saat panji-panji pasukan hampir jatuh dari tangan kanan Zaid bin Haritsah, dengan cepatnya panji-panji itu disambar oleh Ja'far dengan tangan kanannya. Dengan panji-panji di tangan, ia terus menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh. Prajurit Romawi semakin banyak mengelilinginya. Ja'far melompat terjun dari kudanya dan berjalan kaki, lalu mengayunkan pedangnya ke segala jurusan yang mengenai leher musuhnya laksana malaikat maut pencabut nyawa. Sekilas terlihat olehnya seorang serdadu musuh melompat hendak menunggangi kudanya. Karena ia tak sudi hewannya itu dikenderai oleh manusia najis, Ja'far pun menebas kudanya dengan pedangnya sampai tewas. Setapak demi setapak ia terus berjalan di antara barisan serdadu Romawi yang berlapis-lapis laksana deru angin mengeroyok hendak membinasakannya, sementara suara meninggi dengan ucpannya yang gemuruh, "Wahai surga yang kudambakan mendiaminya, harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya. Tentara Romawi telah menghampiri liang kuburnya, terhalang jauh dari sanak keluarganya, kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya."

Balatentara Romawi mengepung Ja'far bin Abi Thalib hendak membunuhnya laksana orang-orang gila yang sedang kemasukan setan. Kepungan mereka semakin ketat hingga tak ada harapan untuk lepas lagi. Mereka tebas tangan kanannya dengan pedang hingga putus, tetapi sebelum panji itu jatuh ketanah, segera disambarnya dengan tangan kirinya. Lalu mereka tebas pula tangan kirinya, tetapi Ja'far bin Abi Thalib mengepit panji itu dengan kedua pangkal lengannya kedada. Pada saat yang amat gawat ini, ia bertekad akan memikul tanggung jawab, untuk tidak membairkan panji Rasulullah jatuh menyentuh tanah, yakni selagi hayat masih dikandung badan.

Entah kalau ia telah mati, barulah boleh panji itu jatuh ke tanah. Pada saat jasadnya yang suci telah kaku, panji pasukan masih tertancap di antara kedua pangkal lengan dan dadanya. Bunyi kibaran bendera itu, seolah-oleh memanggil Abdullah bin Rawahah. Pahlawan ini membelah barisan musuh bagaikan anak panah lepas dari busurnya ke arah panji itu, lalu merenggutnya dengan kuat.

Gugurlah Ja'far bin Abi Thalib sebagai syuhada. Hari-harinya yang terdahsyat, teragung, dan terindah telah mengantarkannya menuju keharibaan Ilahi. Sungguh, hari itu adalah hari yang istimewa dan mempesona baginya.

Demikianlah Ja'far bin Abi Thalib mempertaruhkan nyawa dalam menempuh suatu kematian agung yang tiada tara. Begitulah akhirnya ia menghadap Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, menyampaikan pengorbanan besar yang tidak terkira, berselimutkan darah kepahlawannya.

Allah, Zat yang Maha mengetahui menyampaikan berita tentang akhir kesudahan peperangan kepada Rasul-Nya, begitu pula akhir hidup Ja'far bin Abi Thalib. Tidak tahan untuk meluapkan perasaan haru atas kematian sahabatnya, Rasulullah pun menangis. Rasulullah kemudian pergi ke rumah saudara sepeupunya ini, beliau berdoa untuk anak cucunya. Mereka dipeluk dan diciuminya, sementara air matanya yang mulia bercucuran tak tertahankan.

Berkata Abdullah bin Umar, "Aku sama-sama terjun di perang Muktah dengan Ja'far bin Abi Thalib. Waktu kami mencarinya, kami dapati ia beroleh luka-luka bekas tusukan dan lemparan lebih dari 90 tempat!"

Bayangkan, Ja'far luka dengan 90 tempat bekas tusukan pedang dan lemparan tombak! Jika Anda ingin tahu tentang dirinya, dengarkanlah sabda Rasulullah saw sebagai berikut.

"Aku telah melihatnya di surga, kedua bahunya yang penuh bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dengan tanda-tanda kehormatan."

Ilmu Cahaya dalam Gelap

by Blue Savir | 23.03 in | komentar (0)

Coba pahami
Ilmu seputih intan permata
Kian cantik akhlak
Bagi pemiliknya

Dengan ilmu
Hilanglah segala kegundahan
Maka sempurnalah
Amal perbuatannya

Takkan mudah tergoda
Mengikutkan hawa nafsu
Untaian ilmu
Segarkan hati yang beku

Membasuh iman
Yang telah ternodai
Sucikan hati
Dalam bejana air mata

Menghantarkan ahlinya
Ke taman surga Allah
Sungguh Allah Maha Pengasih
Syukuri segala nikmat dan karunia-Nya

Pemerintah Amerika kalang kabut. Dokumen-dokumen sensitif miliknya bocor di internet, tepatnya di situs file-sharing.

Yang namanya dokumen sensitif pastinya berisi hal-hal yang tidak seharusnya diketahui oleh publik. Dan memang benar, salah satu dokumen yang nongol ini berisi rencana evakuasi Presiden Obama jika ia berada dalam keadaan darurat, lengkap beserta rute yang harus ditempuh iring-iringan mobilnya.

Bagaimana sejumlah dokumen sensitif tersebut berhasil nongol di tempat yang tidak seharusnya? Chairman House Oversight and Government Reform Committee Amerika, Edolphus Towns mengatakan bahwa dokumen-dokumen ini ditemukan melalui program file-sharing berbasis P2P, bernama LimeWire.

Tak hanya itu, file-file dokumen lainnya yang tak kalah sensitif turut ditemukan. File-file yang ikut bocor ini terdiri dari file milik FBI, catatan kesehatan dan nomor-nomor keamanan sosial.

Mengetahui bahayanya program berbagi file yang sudah terbukti itu, pihak pemerintah AS pun berencana akan memberlakukan undang-undang baru. Melalui undang-undang ini, aksi pemblokiran terhadap software P2P (peer-to-peer) akan diberlakukan dari semua jaringan dan komputer milik pemerintah dan kontraktor.

Program LimeWire ini sendiri memang tidak 'suci'. Pada Maret lalu, perusahaan intelegensi Tiversa pernah menemukan informasi terklasifikasi tentang Marine One, helikopter yang digunakan untuk mengangkut Obama.

Di luar itu, Lime Wire juga pernah digunakan untuk mendistribusikan pornografi anak, demikian yang dilansir News.com, kamis (30/7). (dtk/arrahmah.com)



Entah ini sesuatu yang dilebih-lebihkan ataukah memang sebuah perkiraan belaka. Bisa juga sebuah kabar bagus. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa ini adalah upaya untuk “menyadarkan” orang-orang di seluruh Eropa akan keberadaan umat Islam di benua mereka agar bisa mengantisipasinya dan menyebarkan Islamofobia. Tapi hampir semua pihak mengeluarkan pernyataan yang sama. Baik gereja, pemimpin dunia, media, dan bahkan para analisis, bahwa pada tahun 2050, Eropa akan menjadi benua umat Muslim. Benarkah?

Dalam beberapa tahun belakangan ini, populasi umat Muslim di Eropa memang luar biasa. Di tengah hantaman gelombang isyu Islam itu teroris, orang-orang Barat malah berbondong-bondong ingin mengenal Islam. Begitulah, jika Anda menyatakan sesuatu terlarang, maka orang dengan sendirinya akan semakin mendekati yang Anda larang tersebut. Apalagi jika itu berhubungan sebuah institusi kebenaran.

Saat ini, diperkirakan Eropa dihuni oleh kurang lebih 50 juta penduduknya yang beragama Islam. Tentu saja, walaupun hanya sepertiga dari jumlah Muslim penduduk suatu Negara yang mempunyai pemeluk Islam terbesar di dunia, tetapi Muslim di Eropa mempunyai perbedaan yang sangat besar. Antara lain, mereka memeluk Islam lebih banyak karena kesadaran mereka sendiri, bukannya factor keturunan.

Dalam sejarahnya, Islam menyebar melalui Afrika Utara, melintasi selat Gibraltar ke Spanyol. Dari sini, Islam terus memasuki Austria, dan selanjutnya pada akhir abad 1800, Islam tak terbendung lagi memasuki Eropa. Hari ini, Islam menyebar dengan cara yang luar biasa.



Kajian statistik menunjukan bahwa angka kelahiran sebuah keluarga di Eropa merupakan sesuatu yang esensial. Sejarah menunjukkan bahwa jika angka kelahiran sebuah Negara di bawah 1,9 maka Negara itu akan jatuh. Sekarang Prancis mempunyai angka kelahiran 1.8, Inggris 1,6, Yunani 1,3, Italia 1,2, dan Spanyol 1,1. Angka kelahiran di Negara-negara 31 negara Eropa lainnya jika dirata-ratakan akan mencapai 1,38.



Tapi kedatangan imigran Muslim tak bisa lagi memprediksikan angka kelahiran di Eropa. Jumlahnya makin meningkat. Misalnya saja di Prancis, angka kelahiran di Negara ini mencapai 1,8 untuk seluruh penduduknya, namun 8,1 untuk angka kelahiran setiap keluarga Muslim.

Pada tahun 2027, satu dari lima orang Prancis sudah bisa diprediksi sebagai Muslim. Dengan angka seperti ini, 39 tahun ke depan, Prancis sudah diperkirakan menjadi Negara penganut Islam terbesar. Di Belanda, 25% penduduknya adalah Muslim. 50% dari kelahiran bayi baru berikutnya juga Muslim. Sedangkan di Russia ada 23 juta Muslim, dan hanya dalam waktu dekat, 40% dari tentara Russia akan menjadi Muslim juga.

Pemerintah Jerman adalah yang pertama menyuarakan perubahan dramatis ini. Mereka memperkirakan, pada 2025, German akan menjadi sebuah negara yang berpenduduknya mayoritas Muslim.


Jumlah 52 juta Muslim di Eropa sekarang ini diperkirakan akan berlipat ganda pada 24 tahun mendatang. Sejak tahun 1990, diperkirakan 90% dari pertumbuhan adalah Muslim. Pada 2050, Eropa akan menjadi benua yang penuh dengan umat Muslim.

Di Kanada, angka kelahirannya adalah 1,6. Antara tahun 2001 dan 2006, populasi Kanada meningkat sampai 1,6 juta. 1,2-nya merupakan Muslim. Islam memang menjadi agama yang paling cepat tersebar di negara ini. Sedangkan di AS, angka kelahirannya juga sama 1,6. Jika populasi penduduk Latin disertakan maka angkanya menjadi 2,2. Tahun 1970, hanya ada 100.000 orang Islam di AS. Sekarang jumlahnya menjadi 9 juta orang. Dalam 30 tahun ke depan, diperkirakan aka ada 50 juta Muslim di AS.

Perubahan perkiraan demografi ini jelas akan membawa perubahan tersendiri di suatu negara. Hukum, institusi, dan pemerintah akan ikut berganti mengikuti perubahan politik, dan perubahan politik akan senantiasa mengikuti arus besar massa itu sendiri. Akankah 2050, Eropa menjadi benua dengan pemeluk Islam terbesar? Wallohu alam bi shawwab. (sa/ciafact/nlsnprc)


Di dalam Al-Qur’an terdapat sebuah ayat yang sangat sering dikutip oleh para politisi Partai Islam terutama di musim kampanye menjelang Pemilu. Namun yang kita sayangkan ialah umumnya mereka mengutip ayat tersebut secara tidak lengkap alias sepotong saja. Lengkapnya ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا



”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa ayat 59)



Mengapa ayat ini begitu populer dikumandangkan para jurkam di musim kampanye? Karena di dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin di antara kalian atau para pemimpin di antara orang-orang beriman). Sedangkan para politisi partai tadi meyakini jika diri mereka terpilih menjadi wakil rakyat atau pemimpin sosial berarti mereka dengan segera akan diperlakukan sebagai bagian dari Ulil Amri Minkum. Dan hal itu akan menyebabkan mereka memiliki keistimewaan untuk ditaati oleh para konstituen. Selain orang-orang yang sibuk menghamba kepada Allah semata, mana ada manusia yang tidak suka dirinya mendapatkan ketaatan ummat? Itulah sebabnya ayat ini sering dikutip di musim kampanye. Namun sayang, mereka umumnya hanya mengutip sebaian saja yaitu:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُم



”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS An-Nisa ayat 59)



Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang sangat penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang menjadikan kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang bukan. Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat.



Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:



فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا



”Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa ayat 59)



Allah menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul. Sebab mereka sangat faham dan meyakini pesan Allah:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ

وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ



”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Hujurat ayat 1)



Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi berupa larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan kaum pria beriman yang mau menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik kebijakan Khalifah seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum mu’minat untuk menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Mu’minin langsung ber-istighfar dan berkata: ”Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini kebijakan tersebut saya cabut kembali...!” Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita dalam hal mentaati Allah dan RasulNya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.



Adapun dalam kehidupan kita dewasa ini segenap sistem hidup yang diberlakukan di berbagai negara –baik negara Muslim maupun Kafir- ialah mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada selain Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Tidak kita jumpai satupun tatanan kehidupan modern yang jelas-jelas menyebutkan bahwa ideologi yang diberlakukan ialah ideologi Islam yang intinya ialah mendahulukan berbagai ketetapan Allah dan RasulNya sebelum yang lainnya. Malah sebaliknya, kita temukan semua negara modern yang eksis dewasa ini memiliki konstitusi buatan manusia, selain Al-Qur’an dan AsSunnah An-Nabawiyyah, yang menjadi rujukan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Seolah manusia mampu merumuskan konstitusi yang lebih baik dan lebih benar daripada sumber utama konstitusi yang datang dari Allah subhaanahu wa ta’aala.



Bila demikian keadaannya, berarti tidak ada satupun pemimpin negeri di negara manapun yang ada dewasa ini layak disebut sebagai Ulil Amri Minkum yang sebenarnya. Pantaslah bilamana mereka dijuluki sebagai Mulkan Jabbriyyan sebagaimana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebutkan dalam hadits beliau. Mulkan Jabbriyyan artinya para penguasa yang memaksakan kehendaknya seraya tentunya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Adapun masyarakat luas yang mentaati mereka berarti telah menjadikan para pemimpin tersebut sebagai para Thoghut, yaitu fihak selain Allah yang memiliki sedikit otoritas namun berlaku melampaui batas sehingga menuntut ketaatan ummat sebagaimana layaknya mentaati Allah. Na’udzubillahi min dzaalika.



Keadaan ini mengingatkan kita akan peringatan Allah mengenai kaum munafik yang mengaku beriman namun tidak kunjung meninggalkan ketaatan kepada Thoghut. Padahal Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk meninggalkan para Thoghut bila benar imannya.



أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ

وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ

وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا



”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa ayat 60)



Sungguh dalam kelak nanti di neraka penyesalan mereka yang telah mentaati para pembesar dan pemimpin yang tidak menjadikan Allah dan RasulNya sebagai tempat kembali dalam menyelesaikan segenap perkara kehidupan.


يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا

رَبَّنَا آَتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا





”Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS Al-Ahzab ayat 66-68)

GHIBAH (MENGGUNJING)

by Blue Savir | 09.26 in | komentar (0)

Dalam banyak pertemuan di majlis, sering kali yang dijadikan hidangannya adalah menggunjing umat Islam.

Padahal Allah Ta’ala melarang hal tersebut dan menyeru agar segenap hamba menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikan. Allah berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya.” (Al Hujurat:12)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan makna ghibah (menggunjing) dalam sabdanya,
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Mereka menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya.” Ditanyakan, “Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu katakan itu terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika apa (yang digunjingkan) itu tidak terdapat padanya, maka engkau telah berdusta atasnya.”( Hadits riwayat Muslim, 4/2001.)

Jadi, ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik mengenai jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, meniru tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang digunjingkan dengan maksud mengolok-olok.

Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya.”( As-Silsilah Ash-Shahihah, 1871.)

Wajib bagi orang yang hadir di dalam majlis yang sedang menggunjingkan orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang digunjingkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya,
“Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya.”( Hadits riwayat Ahmad, 6/450, Shahihul Jami’, .6238.)

(Dari kitab "Muharramat Istahana Bihan Naas" karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Munajjid / alsofwah)

Friedrich Nietszche seorang filsuf Yahudi, yang pernah terkenal dengan ucapan, bahwa ‘Tuhah telah mati’. Apa yang diucapkan Nietszche itu, tak berbeda dengan yang diucapkan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, kemarin, yang mengatakan telah mati harapan perdamaian dan terbentuknya negara Palestina. Ini merupakan penolakan tegas gagasan penyelesaian damai oleh Presiden AS Barack Obama yang akan melangsungkan kunjungan ke Israel.

Apa yang digagas Obama menjadi sia-sia. Tak berarti. Kunjungan Obama ke Israel pekan ini tak bermakna apa-apa. Semua yang menjadi perantara politik, termasuk utusan khusus Presiden Obama untuk Timur Tengtah, George Mitchel, hanya akan membuang waktu. Tak akan membuahkan hasil apa-apa, khususnya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah. Gagasan perdamaian menemukan jalan buntu. Karena sikap para pemimpin Israel, yang sedikitpun tidak membuka peluang bagi terciptanya perdamaian di kawasan itu.

Sikap para pemimpin Israel, khususnya para pemimpin partai yang sekarang berkuasa di Israel, yang sebagian besar adalah partai-partai aliran kanan, yang konservatif, dan cenderung sangat rasis dan fascis, menolak semua konsesi politik yang memberikan peluang bagi terwujudnya negara Palestina. Netanyahu, Minggu kemarin, secara tegas menyatakan, telah mati harapan perdamaian dan terbentuknya negara Palestina. “Tidak ada hak kembali bagi para pengungsi Palestina. Tidak Yerusalem bagi bangsa Palestina. Tidak ada penghentian pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem dan Tepi Barat. Tidak ada kedaulatan udara, dan tidak ada kedaulatan pemerintahan Palestina dan lainnya”, ucap Netanyahu. Ini sama dengan membunuh seluruh inisiatif yang ingin dibangun pemerintahan Obama, yang tujuan menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah.

Netanyahu masih menambahkan pernyataan yang lebih memperburuk situasi dengan mengatakan, orang-orang Palestina tidak memiliki hak sejarah atas tanah Palestina. Orang-orang Palestina di tanah ini (Palestina), tak layak hidup di tempat ini. Tepi Barat telah ditetapkan kitab suci, dan menjadi tanah milik orang-orang Yahudi,seperti diwariskan oleh Nabi Ibrahim, cetus Netanyahu. Inilah respon Netanyahu yang akan bertemu dengan Presiden Barack Obama di Israel pekan ini. Obama akan berkunjung ke Israel, dan melakukan pembicaraan langsung dengan para pemimpin Israel, mengenai sejumlah isu, termasuk masalah isu yang sensitive pembangunan pemukiman Yahudi.

Namun, Obama akan menghadapi tembok ‘karang’ yang pasti menolak gagasan pengehntian pemukiman, karena semua pemerintahan di Israel mendukung pembangunan pemukiman Yahudi. Pembangunan pemukiman itu, tak lain adalah bagina dari proses penjajahan dan pemusnahan penduduk Arab-Palestina. Sebenarnya, menurut hukum internasional semua pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat sifatnya illegal. Tapi, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Israel terus berlangsung, sehingga tindakan ‘illegal’ menjadi sebuah tindakan yang ‘legal’.

Sejatinya, Presiden Obama sudah memahami, esensi persoalan konflik Arab-Israel, yang tidak pernah selesai, karena semua keputusan dan resolusi DK.PBB semua mentah, dan ditolak oleh Israel, dan AS selalu berada dibelakangnya. Visi Presiden Obama menciptakan perdamaian itu, hanya menjadi kata-kata ‘kosong’, kalau Obama tidak berani bersikap tegas terhadap Israel. Apalagi, selama ini Israel telah berhasil mengarahkan semua pemimpin AS, dan tidak ada satupun pemimpin AS, yang sungguh-sungguh menyelesaikan konflik Arab-Israel sampai hari ini. Apakah Presiden Obama cukup mempunyai pengaruh terhadap Netanyahu?

Tuntutan minimal yang menjadi aspirasi kalangan Arab, Israel harus mundur dari pendudukan atas tanah Arab, sejak perang yang terjadi di tahun 1967. Di mana Israel harus mengembalikan Dataran Tinggi Golan, Israel harus mengembalikan tanah pertanian Sheba, Israel harus mengembalikan wilayah Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Hal inilah yang pernah dilakukan Menahem Begin dengan Anwar Sadat, yang disebut ‘land for peace’, yang sebenarnya tanah-tanah itu, tak lain milik orang Palestina, yang dirampas Israel.

Tapi, Benyamin tidak mau berbicara tentang negara Palestina yang merdeka, apalagi hak kembali para pengungsi, serta Yerusalem menjadi ibukota Palestina, dan justru yang terjadi sekarang ribuan penduduk Arab diusir dari wilayah itu, dan digantikan oleh penduduk Yahudi. Inilah batu ujian buat Obama. Apakah Obama seorang presiden dari negara adikuasa, atau ia hanya kacungnya Israel? (msi)

sumber:http://www.eramuslim.com/berita/analisa/matinya-ide-perdamaian-obama.htm

Malaysia masih disebut-sebut sebagai negara Islam pertama yang berhasil mengirim astronotnya ke luar angkasa. Pada bulan Oktober tahun 2007, seorang ahli bedah ortopedi dari Universiti Kebangsaan Malaysia bernama Muszaphar Shukor berhasil menembus atmosfir bumi bersama para astronot Rusia dalam peluncuran stasiun ruang angkasa Soyuz TMA-11. Shukor sukses menjalankan misi ruang angkasanya selama 11 hari dan kembali ke bumi pada 21 Oktober 2007, tepatnya di wilayah Kazakhstan pukul 10.43 waktu setempat.

Pendaratan Shukor kembali ke bumi disambut meriah oleh rakyat dan pejabat negara Malaysia. "Ini akan menjadi catatan dalam sejarah kita, karena untuk pertama kalinya orang Malaysia ke ruang angkasa dan kembali dengan selamat, " sambung Najib Razak seperti dilansir New Strait Times edisi Senin (22/10/2007).

Malaysia boleh bangga dengan keberhasilan program ruang angkasanya, yang lewat kerjasama dengan Rusia berhasil memberangkatkan astronotnya. Tapi Sukhor bukanlah Muslim pertama atau satu-satunya Muslim yang pernah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Setidaknya ada Muslim yang sudah melakukan perjalanan ke luar planet bumi beberapa tahun sebelumnya.

Muslim pertama yang melakukan perjalanan ke ruang angkasa sebenarnya adalah Pangeran Sultan bin Salman AbdulAziz Al-Saud dari Arab Saudi. Pada tahun 1985, Al-Saud ikut bersama kru yang menjalankan misi ruang angkasa STS-S1G dengan menggunakan pesawat Discovery milik AS, untuk mengorbitkan satelit komunikasi ARABSAT 1-B. Dalam misi ini, Al-Saud bukan hanya menjadi Muslim pertama yang pergi ke ruang angkasa tapi juga menjadi anggota kerajaan Saudi pertama yang berhasil menjelajah ruang angkasa.

Setelah menyelesaikan misinya, Al-Saud kemudian mendirikan organisasi non-profit Asosiasi Penjelajah Ruang Angkasa, sebagai wadah berkumpulnya para astronot dan kosmonot dari seluruh dunia. Al-Saud sendiri yang menjadi direktur asosiasi itu selama beberapa tahun.

Dua tahun setelah keberangkatan Al-Saudi, tepatnya pada bulan Juli 1987, Muslim asal Suriah bernama Mohammed Faris ikut dalam misi Soyuz TM-3 ke stasiun ruang angkasa Rusia, Mir. Mohammed Faris, anggota Angkatan Udara Suriah berpangkat kolonel itu, menjalankan misi penelitian ke Mir.

Lima bulan kemudian, Musa Manarov, seorang Muslim keturunan Azerbaijan yang berpangkat kolonel di Angkatan Udara Uni Sovyet juga berangkat ke luar angkasa dalam misi Soyuz TM-4 ke stasiun ruang angkasa Mir. Manarov bersama tim Soyuz TM-4, menjadi Muslim pertama yang tinggal di ruang angkasa selama satu tahun penuh. Ia kembali ke bumi pada Desember 1988. Musa Manarov kembali melakukan penjelajahan ke luar angkasa pada Desember 1990 dalam misi Soyuz TM-11. Kali ini ia tinggal selama satu tahun tiga bulan di ruang angkasa dan melakukan lebih dari 20 jam perjalanan, menjelajah ruang angkasa.

Muslim lainnya yang juga pernah menjalankan misi ke luar angkasa adalah Abdul Ahad Mohmand asal Afghanistan. Pilot Angkatan Udara Afghanistan itu ikut dalam misi Soyuz TM-6 pada bulan Agustus 1988 sebagai kosmonot yang melakukan riset selama delapan hari di Mir. Dalam misi ini, Mohmand bahkan menjadi pahlawan penyelamat bagi kru lainnya, ketika kapsul yang akan membawanya kembali ke bumi mengalami kendala saat akan memasuki atmosfir bumi.

Kurang dari 10 tahun setelah misi Mohamd, Muslim-muslim lainnya menyusul, mengikuti berbagai misi ke ruang angkasa. Antara lain Tokhtar Aubakirov dari Kazakhstan yang ikut dalam misi Soyuz TM-13 ke Mir tahun 1991. Kemudian tahun 1994, misi Soyuz TM-19 mengikutsertakan Talgat Musabayev, seorang Muslim yang juga asal Kazakhstan.

Jika perjalanan ruang angkasa selama bertahun-tahun didominasi oleh kaum lelaki Muslim, pada bulan September 2006, muslimah AS keturunan Iran, Anousheh Ansari berhasil mendobrak rekor menjadi muslimah pertama sekaligus turis pertama dalam program perjalanan ke ruang angkasa. Ansara melakukan "wisata ruang angkasa"nya dengan menggunakan Soyuz TM-9 yang menjadi bagian dari misi Expedition 14.

Baru kemudian tahun 2007, Muszaphar Shukor dari Malaysia melakukan perjalanan ke ruang angkasa. Pemberitaan yang intens mungkin yang membuat perjalanan Shukor lebih banyak diketahui khalayak dan membuat mereka kagum bahwa ada seorang Muslim yang akhirnya bisa menjadi astronot. Padahal jauh sebelum Shukor, banyak muslim lainnya yang sudah menjelajah ruang angkasa. Kapan giliran muslim Indonesia? (ln/iol)Malaysia masih disebut-sebut sebagai negara Islam pertama yang berhasil mengirim astronotnya ke luar angkasa. Pada bulan Oktober tahun 2007, seorang ahli bedah ortopedi dari Universiti Kebangsaan Malaysia bernama Muszaphar Shukor berhasil menembus atmosfir bumi bersama para astronot Rusia dalam peluncuran stasiun ruang angkasa Soyuz TMA-11. Shukor sukses menjalankan misi ruang angkasanya selama 11 hari dan kembali ke bumi pada 21 Oktober 2007, tepatnya di wilayah Kazakhstan pukul 10.43 waktu setempat.

Pendaratan Shukor kembali ke bumi disambut meriah oleh rakyat dan pejabat negara Malaysia. "Ini akan menjadi catatan dalam sejarah kita, karena untuk pertama kalinya orang Malaysia ke ruang angkasa dan kembali dengan selamat, " sambung Najib Razak seperti dilansir New Strait Times edisi Senin (22/10/2007).

Malaysia boleh bangga dengan keberhasilan program ruang angkasanya, yang lewat kerjasama dengan Rusia berhasil memberangkatkan astronotnya. Tapi Sukhor bukanlah Muslim pertama atau satu-satunya Muslim yang pernah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Setidaknya ada Muslim yang sudah melakukan perjalanan ke luar planet bumi beberapa tahun sebelumnya.

Muslim pertama yang melakukan perjalanan ke ruang angkasa sebenarnya adalah Pangeran Sultan bin Salman AbdulAziz Al-Saud dari Arab Saudi. Pada tahun 1985, Al-Saud ikut bersama kru yang menjalankan misi ruang angkasa STS-S1G dengan menggunakan pesawat Discovery milik AS, untuk mengorbitkan satelit komunikasi ARABSAT 1-B. Dalam misi ini, Al-Saud bukan hanya menjadi Muslim pertama yang pergi ke ruang angkasa tapi juga menjadi anggota kerajaan Saudi pertama yang berhasil menjelajah ruang angkasa.

Setelah menyelesaikan misinya, Al-Saud kemudian mendirikan organisasi non-profit Asosiasi Penjelajah Ruang Angkasa, sebagai wadah berkumpulnya para astronot dan kosmonot dari seluruh dunia. Al-Saud sendiri yang menjadi direktur asosiasi itu selama beberapa tahun.

Dua tahun setelah keberangkatan Al-Saudi, tepatnya pada bulan Juli 1987, Muslim asal Suriah bernama Mohammed Faris ikut dalam misi Soyuz TM-3 ke stasiun ruang angkasa Rusia, Mir. Mohammed Faris, anggota Angkatan Udara Suriah berpangkat kolonel itu, menjalankan misi penelitian ke Mir.

Lima bulan kemudian, Musa Manarov, seorang Muslim keturunan Azerbaijan yang berpangkat kolonel di Angkatan Udara Uni Sovyet juga berangkat ke luar angkasa dalam misi Soyuz TM-4 ke stasiun ruang angkasa Mir. Manarov bersama tim Soyuz TM-4, menjadi Muslim pertama yang tinggal di ruang angkasa selama satu tahun penuh. Ia kembali ke bumi pada Desember 1988. Musa Manarov kembali melakukan penjelajahan ke luar angkasa pada Desember 1990 dalam misi Soyuz TM-11. Kali ini ia tinggal selama satu tahun tiga bulan di ruang angkasa dan melakukan lebih dari 20 jam perjalanan, menjelajah ruang angkasa.

Muslim lainnya yang juga pernah menjalankan misi ke luar angkasa adalah Abdul Ahad Mohmand asal Afghanistan. Pilot Angkatan Udara Afghanistan itu ikut dalam misi Soyuz TM-6 pada bulan Agustus 1988 sebagai kosmonot yang melakukan riset selama delapan hari di Mir. Dalam misi ini, Mohmand bahkan menjadi pahlawan penyelamat bagi kru lainnya, ketika kapsul yang akan membawanya kembali ke bumi mengalami kendala saat akan memasuki atmosfir bumi.

Kurang dari 10 tahun setelah misi Mohamd, Muslim-muslim lainnya menyusul, mengikuti berbagai misi ke ruang angkasa. Antara lain Tokhtar Aubakirov dari Kazakhstan yang ikut dalam misi Soyuz TM-13 ke Mir tahun 1991. Kemudian tahun 1994, misi Soyuz TM-19 mengikutsertakan Talgat Musabayev, seorang Muslim yang juga asal Kazakhstan.

Jika perjalanan ruang angkasa selama bertahun-tahun didominasi oleh kaum lelaki Muslim, pada bulan September 2006, muslimah AS keturunan Iran, Anousheh Ansari berhasil mendobrak rekor menjadi muslimah pertama sekaligus turis pertama dalam program perjalanan ke ruang angkasa. Ansara melakukan "wisata ruang angkasa"nya dengan menggunakan Soyuz TM-9 yang menjadi bagian dari misi Expedition 14.

Baru kemudian tahun 2007, Muszaphar Shukor dari Malaysia melakukan perjalanan ke ruang angkasa. Pemberitaan yang intens mungkin yang membuat perjalanan Shukor lebih banyak diketahui khalayak dan membuat mereka kagum bahwa ada seorang Muslim yang akhirnya bisa menjadi astronot. Padahal jauh sebelum Shukor, banyak muslim lainnya yang sudah menjelajah ruang angkasa. Kapan giliran muslim Indonesia? (ln/iol)

Gaza : Asosiasi Ulama Palestina mengingatkan akibat buruk dari ketidakpedulian dunia Arab dan Islam terhadap apa yang menimpa masjid Al-Aqsha. Mereka menegaskan bahwa sikap diam terhadap segala bentuk tindakan melecehkan kesucian masjid Al-Aqsha setiap hari oleh kelompok ekstrim yahudi justru akan menghasung sikap berani Israel terus melakukan kejahatannya. Atau bahkan sikap diam dianggap Israel sebagai lampu hijau bagi mereka untuk menerapkan rencana-rencana yahudisasi Al-Quds dan peninggalan-peninggalan Arab sepanjang jaman.

Mereka meminta kepada bangsa Arab dan umat Islam, organisasinya, partai, badan, lembaga, asosiasi dan lainnya melakukan aksi dengan berbagai jenisnya untuk membela Al-Aqsa dan mendukung warga A-Quds membela masjid suci itu.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi persnya yang digelar oleh Dr. Salim Salamah, ketua Asosiasi Ulama Palestina kemarin Rabu (29/7) dengan diikuti oleh Dr. Nashem Yasen sekjen asosiasi dan ketua dinas reformasi di asosiasi tersebut. Konferensi itu digelar secara mendesak menyusul aksi yahudi ekstrim yang semakin gencar melakukan yahudisasi di Al-Quds.

Salamah menegaskan bahwa asosiasinya menilai aksi Yahudi saat ini sudah sangat berbahaya karena berbarengan dengan aksi sistematis Israel terhadap Palestina 48 dimana Negara zionis itu sudah mulai menerapkan undang-undang rasis yang bertujuan mempersempit gerakan warga Palestina. Tujuan Israel selanjutnya adalah mengarusnya yahudisasi Negara mereka di seluruh wilayah Palestina.

Yang paling berbahaya menurut Asosiasi Ulama Palestina adalah pelanggaran Israel terhadap tempat suci Islam terutama masjid Al-Aqsha, masjid Ibrahimi di Hebron (Khalil Rahman). Sebab kelompok ekstrim kerap sekali menyerang masjid tersebut untuk menghapus seluruh simbol-simbol keislaman.

Karenanya, asosiasi meminta kepada warga Al-Quds dan bangsa Palestina di wilayah 48 untuk intens berkunjung ke masjid tersebut dan berjaga di sana demi mencegah konspirasi Israel dan menggagalkannya dimana mereka ingin mendirikan Altar Sulaiman di atas puing-puing masjid Al-Aqsha.

Di tengah situasi tegang dan permusuhan Israel yang meningat, dimana KTP warga Al-Quds disita, rumah mereka digusur dengan alasan tidak mendapatkan izin bangunan, dan penyitaan aset mereka dengan berbagai alasan, asosiasi Ulama Palestina menyerukan kepada bangsa Arab dan Islam serta pemimpinnya untuk bertemu menggelar KTT membahas kejahatan Israel itu dan mengambil sikap tegas membela Al-Quds.

Seruan juga disampaikan kepada warga dunia seluruhnya yang masih memiliki nurani, sebab tidak mungkin “perusak dunia” menghancurkan simbol kemanusiaan tertua di muka bumi yakni masjid Al-Aqsha, masjid kedua yang digunakan manusia untuk beribadah atau 40 tahun dibangun setelah pembangunan Masjidil Haram.

Asosiasi meningatkan bahwa UNICEF pernah mengecam keras terhadap penghancuran dua patung di Afganistan, kenapa kini mereka tenang saja melihat zionis Israel hendak menghancurkan peninggalan manusia tertua di bumi ini yakni Al-Aqsha.??? (Sumber:infopalestina) Gaza : Asosiasi Ulama Palestina mengingatkan akibat buruk dari ketidakpedulian dunia Arab dan Islam terhadap apa yang menimpa masjid Al-Aqsha. Mereka menegaskan bahwa sikap diam terhadap segala bentuk tindakan melecehkan kesucian masjid Al-Aqsha setiap hari oleh kelompok ekstrim yahudi justru akan menghasung sikap berani Israel terus melakukan kejahatannya. Atau bahkan sikap diam dianggap Israel sebagai lampu hijau bagi mereka untuk menerapkan rencana-rencana yahudisasi Al-Quds dan peninggalan-peninggalan Arab sepanjang jaman.

Mereka meminta kepada bangsa Arab dan umat Islam, organisasinya, partai, badan, lembaga, asosiasi dan lainnya melakukan aksi dengan berbagai jenisnya untuk membela Al-Aqsa dan mendukung warga A-Quds membela masjid suci itu.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi persnya yang digelar oleh Dr. Salim Salamah, ketua Asosiasi Ulama Palestina kemarin Rabu (29/7) dengan diikuti oleh Dr. Nashem Yasen sekjen asosiasi dan ketua dinas reformasi di asosiasi tersebut. Konferensi itu digelar secara mendesak menyusul aksi yahudi ekstrim yang semakin gencar melakukan yahudisasi di Al-Quds.

Salamah menegaskan bahwa asosiasinya menilai aksi Yahudi saat ini sudah sangat berbahaya karena berbarengan dengan aksi sistematis Israel terhadap Palestina 48 dimana Negara zionis itu sudah mulai menerapkan undang-undang rasis yang bertujuan mempersempit gerakan warga Palestina. Tujuan Israel selanjutnya adalah mengarusnya yahudisasi Negara mereka di seluruh wilayah Palestina.

Yang paling berbahaya menurut Asosiasi Ulama Palestina adalah pelanggaran Israel terhadap tempat suci Islam terutama masjid Al-Aqsha, masjid Ibrahimi di Hebron (Khalil Rahman). Sebab kelompok ekstrim kerap sekali menyerang masjid tersebut untuk menghapus seluruh simbol-simbol keislaman.

Karenanya, asosiasi meminta kepada warga Al-Quds dan bangsa Palestina di wilayah 48 untuk intens berkunjung ke masjid tersebut dan berjaga di sana demi mencegah konspirasi Israel dan menggagalkannya dimana mereka ingin mendirikan Altar Sulaiman di atas puing-puing masjid Al-Aqsha.

Di tengah situasi tegang dan permusuhan Israel yang meningat, dimana KTP warga Al-Quds disita, rumah mereka digusur dengan alasan tidak mendapatkan izin bangunan, dan penyitaan aset mereka dengan berbagai alasan, asosiasi Ulama Palestina menyerukan kepada bangsa Arab dan Islam serta pemimpinnya untuk bertemu menggelar KTT membahas kejahatan Israel itu dan mengambil sikap tegas membela Al-Quds.

Seruan juga disampaikan kepada warga dunia seluruhnya yang masih memiliki nurani, sebab tidak mungkin “perusak dunia” menghancurkan simbol kemanusiaan tertua di muka bumi yakni masjid Al-Aqsha, masjid kedua yang digunakan manusia untuk beribadah atau 40 tahun dibangun setelah pembangunan Masjidil Haram.

Asosiasi meningatkan bahwa UNICEF pernah mengecam keras terhadap penghancuran dua patung di Afganistan, kenapa kini mereka tenang saja melihat zionis Israel hendak menghancurkan peninggalan manusia tertua di bumi ini yakni Al-Aqsha.??? (Sumber:infopalestina)

Termasuk prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Bahwa mereka tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin apabila berbuat dosa yang dapat menjadikan kafir kecuali setelah iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi) terhadapnya, sehingga orang itu menjadi kafir apabila mengabaikannya, dengan memenuhi berbagai persyaratan, dan tidak ada halangan dan hilangnya syubhat (keraguan) dari orang yang jahil maupun orang yang menakwilkannya. Sebagaimana dimaklumi bahwa yang demikian itu terjadi dalam perkara-perkara rumit lagi tersembunyi yang memerlukan penelitian dan penjelasan; lain halnya dengan perkara-perkara yang jelas dan nyata, seperti: mengingkari wujudnya Allah, mendustakan Rasulullah SAW meningkari risalahnya yang universal dan kedudukan beliau sebagai penutup para Nabi.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengkafirkan orang yang dipaksa (untuk kafir), jika hatinya tetap tenang dan tentram dengan keimanannya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum Muslimin karena suatu dosa, walaupun yang diperbuatannya dosa-dosa besar selain dosa syrik. Yakni, mereka tidak memvonis kafir bagi orang yang melakukan dosa besar. Tetapi menghukuminya fasik dan “kurang iman” selama ia tidak menganggap halal perbuatan dosa tersebut, karena Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisaa’: 48).

Allah Ta’ala juga berfirman, “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampai batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (Az-Zumar: 53).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Tidak mengkafirkan seorang Muslim karena suatu dosa, yang tidak ada suatu dalil pun dari al-Qur-an dan as-Sunnah bahwa hal tersebut termasuk perbuatan kufur. Jika seorang hamba meninggal dunia dalam keadaan seperti ini yakni selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang berbuat suatu dosa, dia kafir, maka perkaranya kembalinya kepada Allah Ta’ala; jika Allah berkehendak pasti dia disiksa; dan jika Dia berkehendak lain pasti diampuni. Lain halnya dengan firqah-firqah yang sesat dimana mereka menghukumi kafir bagi orang yang berbuat dosa besar atau dengan sebutan “manzilah baina manzilatain” (dia bukan Muslim dan juga bukan kafir); sungguh Nabi SAW telah memperingatkan akan hal itu dalam sabdanya, “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka pasti ungkapan tersebut kembali kepada salah satu diantara dua orang itu, jika benar-benar seperti yang ia ucapkan; dan kalau tidak maka ungkapan tadi akan kembali kepada orang yang mengatakan sendiri.” (Muslim). (HR. Muslim no. 60 dan Ahmad (II/44) dari Sahabat Ibnu ‘ Umar , Shalih. Lihat tahkrij selengkapnya di Silsalatul Ahaditsih Shahiihah oleh Syaikh al- Abani, jilid VI bagian kedua no.2891.

Dan sabdanya pula, “Barang siapa memanggil seorang dengan kekafiran atau dengan ucapan : ‘ Wahai musuh Allah, sedangkan faktanya tidak demikian melinkan akan kembalinya padanya.” (HR. Muslim) (HR. Al – Bukhari dalam al – Adabul Mufrad no. 433 (Shahih al – Adabul Mufrad oleh Syaikh al-Albani no. 336) dan Muslim no. 61 dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari).

Beliau juga bersabda, “Tiada seseorang melempar (ucapan kepada) orang lain dengan kefasikan maupun kekufuran, melainkan ucapan tersebut pasti kembali kepadanya, jika temannya (yang dicela) itu tidak ada sifat yang demikian.” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6045 dalam kitab shahihnya dan al-Adabul Mufrad no. 432 (Shahih al-Adabul Mufrad oleh Ayaikh al-Albani no. 335) dan Ahmad (V/181) dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari).

Beliau bersabda, “Barangsiapa menuduh seorang mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya.” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6105 dari Tsabit bin adh-Dhahak).

Beliau bersabda pula, “Jika seseorang mengatakan kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka pasti ungkapan tersebut kembali kepada salah satu diantara kedua orang itu” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6103 dari Abu Hurairah).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah membedakan antara hukum secara mutlak terhadap ahli bid’ah yang disebabkan kemaksiatan atau kekafiran dengan hukum secara khusus terhadap seorang Muslim yang diyakini keislamannya yang timbul darinya suatu perbuatan bid’ah, bahwa dia adalah orang yang bermaksiat, fasik atau kafir. Maka, Ahlus Sunnah tidak menghukumi orang tersebut sampai dijelaskan kebenaran kepadanya, yaitu dengan cara iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi) dan hilangya syubhat (keraguan). Hal ini berlaku dalam permasalahan yang samar (tersembunyi) bukan permasalahan yang sifatnya zhahir (jelas dan nyata). Kemudian Ahlus Sunnah juga tidak mengkafirkan seorang Muslim tertentu kecuali bila benar-benar telah memenuhi persyaratan (Syarat-syarat seseorang bisa dihukum kafir:

1. Mengetahui (dengan jelas)

2. Dilakukan dengan sengaja, dan

3. Tidak ada paksaan

Sedangkan bebas dari segala halangan, yaitu kebaikan dari syarat tersebut di atas:

1. Tidak mengetahui,

2. Tidak sengaja

3. Karena dipaksa

dan bebas dari segala halangan. (“Siapa yang tetap keislamannya secara yakin maka tidak akan hilang dengan suatu yang meragukan.” Atas dasar kaidah ini, para Salafush Shalih berpijak. Maka merekalah yang paling berhati-hati dalam mengkafirkan orang lain. Oleh karena itu, ketika ‘Ali bin Abi Thalib ditanya tentang penduduk Nahrawan: “Apakah mereka telah kafir?” Beliau menjawab, “Mereka menjauh dari kekafiran.” Lalu ditanya lagi: “Apakah mereka itu termasuk orang-orang munafik?” Beliau menjawab: “Kalau orang-orang munafik tidak menyebut (nama) Allah melainkan sedikit, sedang mereka senantiasa menyebut (nama) Allah pagi dan sore. Sesungguhnya mereka adalah saudara kita yang berbuat aniaya kepad akita.” (dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunan al-Kubra, juz VIII hal 173).

Penting bagi kita untuk membedakan antara macam dan pribadi tertentu dalam hal pengkafiran. Mengingat tidak semua perbuatan kufur menjadikan pelakunya tertentu disebut kafir. Maka hendaknya seseorang dapat membedakan antara menghukumi perkataan bahwa (perbuatan) itu kafir; dengan menghukumi seorang tertentu bahwa dia kafir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang menakwilkan (menyelewengkan makna) lagi bodoh dan orang yang berhalangan hukumnya tidak seperti hukum yang berlaku pada orang yang menentang dan durhaka. Bahkan Allah telah menjadikan segala sesuatu itu sesuai dengan ketentuan-Nya.” (Majmuu’ah Rasail wal Masail V/382). Beliau juga mengatakan: “Jika hal ini telah diketahui, maka kekafiran orang tertentu dari orang-orang yang tidak mengerti dan semisalnya; dimana dia dihukumi bahwa ia masuk orang-orang kafir, maka tidak boleh bersikap gegabah dengan menghukuminya kafir kecuali setelah sampai hujjah kepada mereka bahwa mereka telah menyelisihi petunjuk Rasulullah walaupun perkataan mereka itu tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah termasuk kekufuran. Demikianlah pembicaraan dalam mengkafirkan orang-orang tertentu.” (Majmuu’ah Rasail wa Masail (III/348)

Abu Hurairah berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua orang laki-laki yang saling bersaudara dari kaum Bani Israil. Salah satu diantaranya suka berbuat dosa sedang yang lain ahli ibadah. Disatu saat ahli ibadah itu senantiasa melihat temannya berbuat dosa, ia pun berkata kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Lalu pada suatu hari si ahli ibadah mendapati temannya itu berbuat dosa lagi, maka berkatalah ia kepadanya” ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Lalu orang yang berbuat dosa itu menyanggah: ‘Biarkanlah aku (ini adalah urusanku) dengan Rabb-ku! Apakah kamu diutus untukku sebagai pengintai?’ Maka berkatalah ahli ibadah kepada temannya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu! atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam Surga!’ Lalu kedua-duanya meninggal dunia dan berkumpul di sisi Rabb Semesta Alam: Dia berfirman kepada ahli ibadah itu,’ apakah kamu mengetahui Aku atau apakah kamu berkuasa dari apa yang berada ditangan-Ku?’ Dan Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa: ‘Pergilah dan masuklah Surga dengan rahmat-Ku!’ sedangkan kepada yang lainnya di berfirman: ‘Masukkanlah orang ini di dalam Neraka!’ Abu Hurairah berkata: ‘Demi jiwaku yang berada di tagan-Nya, sungguh dia telah mengucapkan kata-kata yagn dapat membinasakan dunia dan akhiratnya.’” (Shahih Sunan Abi Dawud oleh al-Albani). (HR. Abu Dawud no. 4091 dari Sahabat Abu Hurairah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir no. 4455).

Kekhufuran dalah lawan kata dari keimanan, hanya saja kekufuran menurut istilah syari’at terdiri dari dua macam kekufuran; jika disebut kekufuran dalam nash, maka terkadang maksudnya adalah kekufuran yang dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, dan terkadang pula yang dimaksud adalah kekufuran yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Yang demikian itu dikarenakan kekhurufan itu mempunyai beberapa cabang sebagaimana keimanan mempunyai beberapa cabang.

Kekufuran itu mempunyai beberapa pokok dan cabang yang berbeda-beda tingkatannya; di antaranya ada yang dapat menyebabkan kekufuran secara pasti dan ada pula yang merupakan bagian dari sifat-sifat orang kafir

Pertama: Kufur Akbar (besar) yang dapat menyebabkan pelakukan keluar dari agama Islam, yang dimakan kufur i’tiqadi.

Yaitu yang membatalkan keimanan ataupun ke-Islaman seseorang dan wajib kekal di dalam Neraka. Hal ini bisa terjadi pada i’tiqad, ucapan dan perbuatan; dan tercakup dalam lima jenis kufur akbar:

1. Kufur takdzib (dusta), yaitu keyakinan bahwa para Rasul, atau menganggap bahwa Rasulullah SAW membawa risalah yang tidak benar, atau menganggap bahwa Allah mengharamkan atau menghalalkan sesuatu, padahal dia tahu anggapannya tersebut telah menyelisih perintah dan larangan Allah.

2. Kufur iba’ (enggan, benci) dan sombong yang diikuti dengan pembenaran, yaitu mengakui risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW merupakan kebenaran dari Rabbnya; tetapi ia menolak untuk mengikutinya karena congkak, sombong dan meremehkan kebenaran dan orang-orang yang diatas kebenaran. Seperti kekufuran Iblis, sesungguhnya ia tidak mengingkari perintah Allah, tetapi karena bersikap enggan dan sombong.

3. Kufur i’radh (berpaling), yaitu berpaling dari Rasulullah SAW dengan pendengarannya dan hatinya; tidak membenarkannya, tidak mendustakannya, tidak menolongnya, tidak menentangnya dan tidak mendengarkannya sama sekali; meninggalkan kebenaran, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya serta menjauhkan diri dari berbagai tempat yang disebut-sebut kebenarannya di dalamnya. Maka dia dikategorikan telah kafir dengan jenis kufur i’radh.

4. Kufur nifaq (kemunafikan), yaitu menampakkan secara zhahir bahwa ia mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW namun ia menolak dan mengingkarinya dalam hati. Maka dialah orang yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran. (Nifaq ada dua macam, nifaq i’tiqad dan nifaq amal: Pertama; Nifaq i’tiqadi atau nifaq akbar, yaitu orang yang menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanan pada lisan dan anggota tubuhnya. Orang munafiq ini (tempatnya) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Seperti orang yang mendustakan semua atau sebagian yang dibawa Rasul, atau bahkan tidak suka dengan kemenangan agama Rasul dan perbuatan kufur lainnya. Kedua; Nifaq ‘amali atau nifaq asghar, yaitu orang yang menampakkan suatu bentuk perbuatan yang berlawanan dengan ketentuan syari’at. Orang munafiq ini tidak keluar dari agama Islam. Seperti, jika berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, jika diber amanah berkhianat, jika berselisih berbuat zhalim dan jika membuat perjanjian melanggar janji . sebagaimana dijelaskan dalam hadits. (lihat ciri-ciri infaq tersebut si Shahihul Bukhari no. 33, 34 dan Muslim no. 58,59).

5. Kufur syakk (keraguan), yaitu tidak menyakini dengan kebenaran risalah Nabi dan juga tidak mendustakannya, tetapi ia berada dalam kebimbangan dan ragu-ragu untuk mengikutinya. Semestinya dia yakin bahwa yang dibawa Rasulullah SAW merupakan kebenaran dari Rabb-nya, tiada keraguan sedikitpun didalamnya. Barangsiapa ragu- ragu untuk mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW untuk beranggapan bahwa kebenaran itu juga ada pada selain yang dibawa Rasulullah SAW, maka sungguh dia dikategorikan telah kafir dengan jenis kufur syakk dan zhan (persangka)

Inilah macam–macam kekufuran yang dapat menjadikan ia kekal dalam Neraka dan melebur semua amal kebaikanya, jika orang tersebut meninggal dalam keadaan seperti itu. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang- orang kafir yakni Ahli kitab dan orang- orang musyrik (akan masuk ke Neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk- buruk makhluk.” (Al – Bayinah : 6)

Dan firman- Nya pula, “..jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang – orang yang merugi.” (QS. Az – Zumar : 65)

Kedua : Kufur Ashgar (kecil) yang tidak menyebabkan keluar dari Islam.

Allah menyebutkan kufur di atas sebagian dosa dengan maksud sebagai larangandan ancaman, karena hal tersebut termsuk dari kekufuran. Dosa sejenis ini termsuk dosa – dosa besar , dan dia berhak mendapat ancaman namun tidak kekal dalam Neraka. Contohnya dalam hal in adalah membunuh sseorang Muslim, bersumpah dengan (menggunakan) nama selain Allah Ta’ala, mencela keturunan, meratapi kematian seorang Mukmin kapada Mukmin lainnya “Wahai orang- orang kafir” dan selainnya.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika ada dua golongan dari seorang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.” (Al – Hujuraat : 9)

Sabda Nabi saw , “Memaki orang Muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekafiran (kafir kecil) .” (Muttafaq ‘alaihi). (HR. Al-Bukhari dalam Shaihnya no. 48 6044, 7076 dan dalam al- adabul Mufrad no. 431(Shahih al- adabul Mufrad no.334 oleh Syaikh al- Abani) serta Muslim no. 64 (116) dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud)

Nabi SAW juga bersabda, “Janganlah kalian kambali menjadi orang- oranng kafir setelah (wafat)ku; di mana sebagian dari kamu membunhuh sebagian lain.” (Muttafaq ‘alahi). (HR.A – Bukhari no.4403, 6166 dan Muslim no.65 dari Sahabat Ibnu ‘Umar ra)

Nabi SAW bersabda lagi, “Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, maka ia telah syirik dan kafir.” (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al – Abani). (HR. Abu Dawud no. 3251 tanpa lafadzh diriwayatkan oleh at – Tirmidzi no. 1535, Ahmad (II/34,69,86,87), al- Hakim (I/18, VI/297, al- Baihawqi (X/29) dan Ibnu Hibban (dalam Mawaariduz Zhaam-aan) no. 4358 dari Sahabat Ibnu ‘Umar ra. Disahihkan oleh Syaikh al- Abani dalam irwaa- ul Ghaliil fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil no. 2561)

Dan Nabi SAW bersabda pula, “Ada dua perbuatan kufur pada manusia (yaitu) mencela keturunan dan meratapi orang mati.” (HR. Muslim). (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 395 (Shahih al-Adabul Mufrad no. 305 oleh Syaikh al-Albani) dan Muslim no. 67 dari Sahabat Abu Hurairah. Lihat takhrij selengkapnya di Silsilatul Ahadiitsish Shahiihah no. 1896 oleh Syaikh al-Albani.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 145 -- 155.

Termasuk prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Bahwa mereka tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin apabila berbuat dosa yang dapat menjadikan kafir kecuali setelah iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi) terhadapnya, sehingga orang itu menjadi kafir apabila mengabaikannya, dengan memenuhi berbagai persyaratan, dan tidak ada halangan dan hilangnya syubhat (keraguan) dari orang yang jahil maupun orang yang menakwilkannya. Sebagaimana dimaklumi bahwa yang demikian itu terjadi dalam perkara-perkara rumit lagi tersembunyi yang memerlukan penelitian dan penjelasan; lain halnya dengan perkara-perkara yang jelas dan nyata, seperti: mengingkari wujudnya Allah, mendustakan Rasulullah SAW meningkari risalahnya yang universal dan kedudukan beliau sebagai penutup para Nabi.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengkafirkan orang yang dipaksa (untuk kafir), jika hatinya tetap tenang dan tentram dengan keimanannya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum Muslimin karena suatu dosa, walaupun yang diperbuatannya dosa-dosa besar selain dosa syrik. Yakni, mereka tidak memvonis kafir bagi orang yang melakukan dosa besar. Tetapi menghukuminya fasik dan “kurang iman” selama ia tidak menganggap halal perbuatan dosa tersebut, karena Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisaa’: 48).

Allah Ta’ala juga berfirman, “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampai batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (Az-Zumar: 53).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Tidak mengkafirkan seorang Muslim karena suatu dosa, yang tidak ada suatu dalil pun dari al-Qur-an dan as-Sunnah bahwa hal tersebut termasuk perbuatan kufur. Jika seorang hamba meninggal dunia dalam keadaan seperti ini yakni selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang berbuat suatu dosa, dia kafir, maka perkaranya kembalinya kepada Allah Ta’ala; jika Allah berkehendak pasti dia disiksa; dan jika Dia berkehendak lain pasti diampuni. Lain halnya dengan firqah-firqah yang sesat dimana mereka menghukumi kafir bagi orang yang berbuat dosa besar atau dengan sebutan “manzilah baina manzilatain” (dia bukan Muslim dan juga bukan kafir); sungguh Nabi SAW telah memperingatkan akan hal itu dalam sabdanya, “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka pasti ungkapan tersebut kembali kepada salah satu diantara dua orang itu, jika benar-benar seperti yang ia ucapkan; dan kalau tidak maka ungkapan tadi akan kembali kepada orang yang mengatakan sendiri.” (Muslim). (HR. Muslim no. 60 dan Ahmad (II/44) dari Sahabat Ibnu ‘ Umar , Shalih. Lihat tahkrij selengkapnya di Silsalatul Ahaditsih Shahiihah oleh Syaikh al- Abani, jilid VI bagian kedua no.2891.

Dan sabdanya pula, “Barang siapa memanggil seorang dengan kekafiran atau dengan ucapan : ‘ Wahai musuh Allah, sedangkan faktanya tidak demikian melinkan akan kembalinya padanya.” (HR. Muslim) (HR. Al – Bukhari dalam al – Adabul Mufrad no. 433 (Shahih al – Adabul Mufrad oleh Syaikh al-Albani no. 336) dan Muslim no. 61 dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari).

Beliau juga bersabda, “Tiada seseorang melempar (ucapan kepada) orang lain dengan kefasikan maupun kekufuran, melainkan ucapan tersebut pasti kembali kepadanya, jika temannya (yang dicela) itu tidak ada sifat yang demikian.” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6045 dalam kitab shahihnya dan al-Adabul Mufrad no. 432 (Shahih al-Adabul Mufrad oleh Ayaikh al-Albani no. 335) dan Ahmad (V/181) dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari).

Beliau bersabda, “Barangsiapa menuduh seorang mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya.” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6105 dari Tsabit bin adh-Dhahak).

Beliau bersabda pula, “Jika seseorang mengatakan kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka pasti ungkapan tersebut kembali kepada salah satu diantara kedua orang itu” (HR. Al-Bukhari). (HR. Al-Bukhari no. 6103 dari Abu Hurairah).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah membedakan antara hukum secara mutlak terhadap ahli bid’ah yang disebabkan kemaksiatan atau kekafiran dengan hukum secara khusus terhadap seorang Muslim yang diyakini keislamannya yang timbul darinya suatu perbuatan bid’ah, bahwa dia adalah orang yang bermaksiat, fasik atau kafir. Maka, Ahlus Sunnah tidak menghukumi orang tersebut sampai dijelaskan kebenaran kepadanya, yaitu dengan cara iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi) dan hilangya syubhat (keraguan). Hal ini berlaku dalam permasalahan yang samar (tersembunyi) bukan permasalahan yang sifatnya zhahir (jelas dan nyata). Kemudian Ahlus Sunnah juga tidak mengkafirkan seorang Muslim tertentu kecuali bila benar-benar telah memenuhi persyaratan (Syarat-syarat seseorang bisa dihukum kafir:

1. Mengetahui (dengan jelas)

2. Dilakukan dengan sengaja, dan

3. Tidak ada paksaan

Sedangkan bebas dari segala halangan, yaitu kebaikan dari syarat tersebut di atas:

1. Tidak mengetahui,

2. Tidak sengaja

3. Karena dipaksa

dan bebas dari segala halangan. (“Siapa yang tetap keislamannya secara yakin maka tidak akan hilang dengan suatu yang meragukan.” Atas dasar kaidah ini, para Salafush Shalih berpijak. Maka merekalah yang paling berhati-hati dalam mengkafirkan orang lain. Oleh karena itu, ketika ‘Ali bin Abi Thalib ditanya tentang penduduk Nahrawan: “Apakah mereka telah kafir?” Beliau menjawab, “Mereka menjauh dari kekafiran.” Lalu ditanya lagi: “Apakah mereka itu termasuk orang-orang munafik?” Beliau menjawab: “Kalau orang-orang munafik tidak menyebut (nama) Allah melainkan sedikit, sedang mereka senantiasa menyebut (nama) Allah pagi dan sore. Sesungguhnya mereka adalah saudara kita yang berbuat aniaya kepad akita.” (dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunan al-Kubra, juz VIII hal 173).

Penting bagi kita untuk membedakan antara macam dan pribadi tertentu dalam hal pengkafiran. Mengingat tidak semua perbuatan kufur menjadikan pelakunya tertentu disebut kafir. Maka hendaknya seseorang dapat membedakan antara menghukumi perkataan bahwa (perbuatan) itu kafir; dengan menghukumi seorang tertentu bahwa dia kafir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang menakwilkan (menyelewengkan makna) lagi bodoh dan orang yang berhalangan hukumnya tidak seperti hukum yang berlaku pada orang yang menentang dan durhaka. Bahkan Allah telah menjadikan segala sesuatu itu sesuai dengan ketentuan-Nya.” (Majmuu’ah Rasail wal Masail V/382). Beliau juga mengatakan: “Jika hal ini telah diketahui, maka kekafiran orang tertentu dari orang-orang yang tidak mengerti dan semisalnya; dimana dia dihukumi bahwa ia masuk orang-orang kafir, maka tidak boleh bersikap gegabah dengan menghukuminya kafir kecuali setelah sampai hujjah kepada mereka bahwa mereka telah menyelisihi petunjuk Rasulullah walaupun perkataan mereka itu tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah termasuk kekufuran. Demikianlah pembicaraan dalam mengkafirkan orang-orang tertentu.” (Majmuu’ah Rasail wa Masail (III/348)

Abu Hurairah berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua orang laki-laki yang saling bersaudara dari kaum Bani Israil. Salah satu diantaranya suka berbuat dosa sedang yang lain ahli ibadah. Disatu saat ahli ibadah itu senantiasa melihat temannya berbuat dosa, ia pun berkata kepadanya: ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Lalu pada suatu hari si ahli ibadah mendapati temannya itu berbuat dosa lagi, maka berkatalah ia kepadanya” ‘Hentikanlah perbuatan dosa itu!’ Lalu orang yang berbuat dosa itu menyanggah: ‘Biarkanlah aku (ini adalah urusanku) dengan Rabb-ku! Apakah kamu diutus untukku sebagai pengintai?’ Maka berkatalah ahli ibadah kepada temannya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu! atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam Surga!’ Lalu kedua-duanya meninggal dunia dan berkumpul di sisi Rabb Semesta Alam: Dia berfirman kepada ahli ibadah itu,’ apakah kamu mengetahui Aku atau apakah kamu berkuasa dari apa yang berada ditangan-Ku?’ Dan Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa: ‘Pergilah dan masuklah Surga dengan rahmat-Ku!’ sedangkan kepada yang lainnya di berfirman: ‘Masukkanlah orang ini di dalam Neraka!’ Abu Hurairah berkata: ‘Demi jiwaku yang berada di tagan-Nya, sungguh dia telah mengucapkan kata-kata yagn dapat membinasakan dunia dan akhiratnya.’” (Shahih Sunan Abi Dawud oleh al-Albani). (HR. Abu Dawud no. 4091 dari Sahabat Abu Hurairah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir no. 4455).

Kekhufuran dalah lawan kata dari keimanan, hanya saja kekufuran menurut istilah syari’at terdiri dari dua macam kekufuran; jika disebut kekufuran dalam nash, maka terkadang maksudnya adalah kekufuran yang dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, dan terkadang pula yang dimaksud adalah kekufuran yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Yang demikian itu dikarenakan kekhurufan itu mempunyai beberapa cabang sebagaimana keimanan mempunyai beberapa cabang.

Kekufuran itu mempunyai beberapa pokok dan cabang yang berbeda-beda tingkatannya; di antaranya ada yang dapat menyebabkan kekufuran secara pasti dan ada pula yang merupakan bagian dari sifat-sifat orang kafir

Pertama: Kufur Akbar (besar) yang dapat menyebabkan pelakukan keluar dari agama Islam, yang dimakan kufur i’tiqadi.

Yaitu yang membatalkan keimanan ataupun ke-Islaman seseorang dan wajib kekal di dalam Neraka. Hal ini bisa terjadi pada i’tiqad, ucapan dan perbuatan; dan tercakup dalam lima jenis kufur akbar:

1. Kufur takdzib (dusta), yaitu keyakinan bahwa para Rasul, atau menganggap bahwa Rasulullah SAW membawa risalah yang tidak benar, atau menganggap bahwa Allah mengharamkan atau menghalalkan sesuatu, padahal dia tahu anggapannya tersebut telah menyelisih perintah dan larangan Allah.

2. Kufur iba’ (enggan, benci) dan sombong yang diikuti dengan pembenaran, yaitu mengakui risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW merupakan kebenaran dari Rabbnya; tetapi ia menolak untuk mengikutinya karena congkak, sombong dan meremehkan kebenaran dan orang-orang yang diatas kebenaran. Seperti kekufuran Iblis, sesungguhnya ia tidak mengingkari perintah Allah, tetapi karena bersikap enggan dan sombong.

3. Kufur i’radh (berpaling), yaitu berpaling dari Rasulullah SAW dengan pendengarannya dan hatinya; tidak membenarkannya, tidak mendustakannya, tidak menolongnya, tidak menentangnya dan tidak mendengarkannya sama sekali; meninggalkan kebenaran, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya serta menjauhkan diri dari berbagai tempat yang disebut-sebut kebenarannya di dalamnya. Maka dia dikategorikan telah kafir dengan jenis kufur i’radh.

4. Kufur nifaq (kemunafikan), yaitu menampakkan secara zhahir bahwa ia mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW namun ia menolak dan mengingkarinya dalam hati. Maka dialah orang yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran. (Nifaq ada dua macam, nifaq i’tiqad dan nifaq amal: Pertama; Nifaq i’tiqadi atau nifaq akbar, yaitu orang yang menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanan pada lisan dan anggota tubuhnya. Orang munafiq ini (tempatnya) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Seperti orang yang mendustakan semua atau sebagian yang dibawa Rasul, atau bahkan tidak suka dengan kemenangan agama Rasul dan perbuatan kufur lainnya. Kedua; Nifaq ‘amali atau nifaq asghar, yaitu orang yang menampakkan suatu bentuk perbuatan yang berlawanan dengan ketentuan syari’at. Orang munafiq ini tidak keluar dari agama Islam. Seperti, jika berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, jika diber amanah berkhianat, jika berselisih berbuat zhalim dan jika membuat perjanjian melanggar janji . sebagaimana dijelaskan dalam hadits. (lihat ciri-ciri infaq tersebut si Shahihul Bukhari no. 33, 34 dan Muslim no. 58,59).

5. Kufur syakk (keraguan), yaitu tidak menyakini dengan kebenaran risalah Nabi dan juga tidak mendustakannya, tetapi ia berada dalam kebimbangan dan ragu-ragu untuk mengikutinya. Semestinya dia yakin bahwa yang dibawa Rasulullah SAW merupakan kebenaran dari Rabb-nya, tiada keraguan sedikitpun didalamnya. Barangsiapa ragu- ragu untuk mengikuti apa yang dibawa Rasulullah SAW untuk beranggapan bahwa kebenaran itu juga ada pada selain yang dibawa Rasulullah SAW, maka sungguh dia dikategorikan telah kafir dengan jenis kufur syakk dan zhan (persangka)

Inilah macam–macam kekufuran yang dapat menjadikan ia kekal dalam Neraka dan melebur semua amal kebaikanya, jika orang tersebut meninggal dalam keadaan seperti itu. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang- orang kafir yakni Ahli kitab dan orang- orang musyrik (akan masuk ke Neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk- buruk makhluk.” (Al – Bayinah : 6)

Dan firman- Nya pula, “..jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang – orang yang merugi.” (QS. Az – Zumar : 65)

Kedua : Kufur Ashgar (kecil) yang tidak menyebabkan keluar dari Islam.

Allah menyebutkan kufur di atas sebagian dosa dengan maksud sebagai larangandan ancaman, karena hal tersebut termsuk dari kekufuran. Dosa sejenis ini termsuk dosa – dosa besar , dan dia berhak mendapat ancaman namun tidak kekal dalam Neraka. Contohnya dalam hal in adalah membunuh sseorang Muslim, bersumpah dengan (menggunakan) nama selain Allah Ta’ala, mencela keturunan, meratapi kematian seorang Mukmin kapada Mukmin lainnya “Wahai orang- orang kafir” dan selainnya.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika ada dua golongan dari seorang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.” (Al – Hujuraat : 9)

Sabda Nabi saw , “Memaki orang Muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekafiran (kafir kecil) .” (Muttafaq ‘alaihi). (HR. Al-Bukhari dalam Shaihnya no. 48 6044, 7076 dan dalam al- adabul Mufrad no. 431(Shahih al- adabul Mufrad no.334 oleh Syaikh al- Abani) serta Muslim no. 64 (116) dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud)

Nabi SAW juga bersabda, “Janganlah kalian kambali menjadi orang- oranng kafir setelah (wafat)ku; di mana sebagian dari kamu membunhuh sebagian lain.” (Muttafaq ‘alahi). (HR.A – Bukhari no.4403, 6166 dan Muslim no.65 dari Sahabat Ibnu ‘Umar ra)

Nabi SAW bersabda lagi, “Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, maka ia telah syirik dan kafir.” (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al – Abani). (HR. Abu Dawud no. 3251 tanpa lafadzh diriwayatkan oleh at – Tirmidzi no. 1535, Ahmad (II/34,69,86,87), al- Hakim (I/18, VI/297, al- Baihawqi (X/29) dan Ibnu Hibban (dalam Mawaariduz Zhaam-aan) no. 4358 dari Sahabat Ibnu ‘Umar ra. Disahihkan oleh Syaikh al- Abani dalam irwaa- ul Ghaliil fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil no. 2561)

Dan Nabi SAW bersabda pula, “Ada dua perbuatan kufur pada manusia (yaitu) mencela keturunan dan meratapi orang mati.” (HR. Muslim). (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 395 (Shahih al-Adabul Mufrad no. 305 oleh Syaikh al-Albani) dan Muslim no. 67 dari Sahabat Abu Hurairah. Lihat takhrij selengkapnya di Silsilatul Ahadiitsish Shahiihah no. 1896 oleh Syaikh al-Albani.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 145 -- 155.